Senin, 02 Februari 2009

Jangan berhenti menjagaku Ri...

Seorang kakak tentu punya kewajiban untuk melindungi adiknya, apalagi kalo adiknya perempuan dan itu hal biasa bukan? Tapi kalo ternyata selama ini yang menjadi pelindung justru sang adik apalagi perempuan, bagaimana menurut kalian?
Ini adalah ceritaku, namaku Azis, lengkapnya Muhammad Azis Putra Perdana, cukup panjang untuk nama seorang laki-laki, aku juga punya adik yang sangat kusayang namanya Rianti, lengkapnya Annisa Rianti Putri, sayang sedikit lagi namanya mirip dengan salah satu artis yang namanya melambung karena menjadi tokoh Aisha dalam cerita “Ayat-ayat Cinta”..he..he..

Aku dan adikku hanya berselisih umur 2 tahun, adikku itu terlahir sebagai sosok gadis yang sangat tomboy, dia sangat ahli menaiki pohon, aku rasa kalo ada tarzan disini pasti kalah dengan cara adikku menaiki dahan demi dahan sebuah pohon, aku saja yang seorang laki-laki hanya bisa bertahan di dahan 2-3 dari pohon yang sering menjadi tongkrongan adikku itu, aku biasa memanggilnya Ri,
“ Ah Bang Azis payah, masa ga sampai puncak sih naik pohonnya, ini tuh Cuma pohon ukuran kecil Bang” Ri meledekku sambil mulutnya sibuk memakan rambutan yang dengan mudah dipetiknya dari atas pohon rambutan kami.
“Ngapain juga aku capek-capek naik sampai ke atas sana, kan udah ada kamu yang siap berbagi kenikmatan rambutan itu, iya kan” jawabku berdalih
“huh…” Ri menyorakiku sambil tangannya melempari beberapa butir rambutan, dan perdebatan seperti itu akan selalu berakhir dengan tawa lepas kami atau sedikit benjolan di kepalaku akibat lemparan “granat” rambutannya.
Selain tomboy, Ri juga selalu stand by untuk menjadi bodyguard-ku, sejak kecil Ri sudah aktif latihan karate, meski untuk itu dia harus mengeluarkan ribuan jurus untuk menaklukkan hati papa dan terlebih mama yang tidak suka dengan kekerasan apalagi melihat putrid kesayangannya harus menjadi tokoh kekerasan itu, tapi yah dasar Ri, toh akhirnya papa dan mama kalah KO akibat jurus andalan Ri..mogok makan! Padahal sih ga mogok makan beneran, karena yang aku tau Ri harus sudah disediakan makan tiap 5 jam sehari, kalo tidak maka bersiaplah melihat dapur ala Ri..dan yang pelru diketahui, pada saat Ri mengumumkan acara mogok makan, dikamarnya sudah disiapkan gudang penyimpanan makanan dan itu hanya aku yang tahu. Karena itu juga, Ri mengikrarkan diri tanpa diminta sebagai pelindungku, makanya sejak SD sampai SMA Ri selalu memaksa agar satu sekolah denganku, dengan begitu dia bisa leluasa untuk menjagaku, aku sih awalnya biasa saja, meski ada saja ledekan kecil dari teman-temanku yang mengatakan aku anak yang penakut, masa malah adiknya yang jadi bodyguard, tapi lama-lama aku risih juga apalagi Ri tidak pernah membiarkan aku pergi sendirian meskipun dengan teman-temanku, pernah aku pergi diam-diam tanpa sepengetahuan Ri, tapi entahlah seolah Ri punya indera keenam yang selalu siap memantau kemana pun aku pergi, ujung-ujungnya malah Ri yang mengomeliku habis-habisan, nah aneh kan? Sejak Ri mulai aktif di Rohis sekolah sewaktu dia sudah kelas 3 SMA dan aku masuk kuliah, kupikir Ri akan mulai mengubah sikap menjadi lebih feminim dan mengurangi overprotective-nya padaku, tapi coba tebak apakah pemikiranku benar?? Ternyata tidak, Ri memang mulai membenahi penampilannya, baju kecil dan celana rombeng sudah mulai dievakuasi, sekarang dilemarinya sudah penuh dengan pakaian longgar dan mencerminkan dirinya sebagai seorang muslimah sejati secara fisik, tapi sikapnya padaku tetap tidak berubah sedikitpun, dia masih sering mengawalku kemanapun aku pergi, bahkan dia memilih universitas yang sama denganku ketika menyelesaikan SMA-nya tapi beda fakultas, aku kuliah di kedokteran sedangkan Ri di fakultas teknik yang tentu saja kebanyakan komunitas Adam didalamnya.
Aku tidak pernah tahu sampai kpan Ri akan bersikap seperti ini padaku, jangan-jangan nanti ketika aku sudah menikah, Ri akan bersaing dengan istriku…tiba-tiba tinggal bersamaku..dan aduh jangan sampai itu kejadian ya Tuhan..harapku dalam hati. Ri sering mendatangiku di kampus kalo dia sedang tidak ada jadwal kuliah, ada-ada saja alasannya, mau ketemu sama sapa tuh namanya..kawat ya, sebutan untuk gadis muslimah di Rohis, oh iya maksudku akhwat…aku baru ingat he..he..atau sekedar lihat-lihat madding, coba emang ada hubungannya ya madding kedokteran sama masing teknik?? Ri pernah memergoki aku ketika tengah berkumpul bersama teman-teman, diantara mereka ada juga teman-teman cewek, ditengah asyik bercanda, tiba-tiba salah satu teman cewekku itu mau memukulku dengan tangannya dengan maksud vercanda tentu saja, tapi tiba-tiba tangannya ditahan oleh seseorang, coba tebak siapa..ternyata Ri, tentu saja temanku itu kaget bukan kepalang, sambil menepiskan tangan temanku itu Ri berkata
“ kalian itu bukan muhrim tau…jadi tangan mba itu ga’ boleh nyentuh tangan Bang Azis, dosa tau..” teman-temanku secara refleks langsung diam tanpa berkata apa-apa, apalagi teman yang tadinya mau memukulku tadi. Sejak saat itu, teman-teman cewekku tidak ada yang berani mendekati, kecuali untuk alasan belajar, aku jadi risih lagi tiap kali berkumpul dengan teman-temanku. Pernah aku coba memberanikan diri menegur adikku itu, bukannya aku takut tapi lebih hati-hati, bisa fatal jadinya kalo adikku itu merasa tidak enak dengan teguranku,
“Ri..sampai kapan sih kamu bersikap seperti ini sama Abang, lama-lama Abang ga enak hati Ri” kataku dengan intonasi dan bahasa sehalus mungkin
“bersikap seperti apa maksud Abang” Tanya Ri, aduh ini anak pura-pura ga tahu apa memang ga tahu sih, batinku dalam hati
“sikap kamu yang kaya bodyguard itu Ri, kamu pikir Abang ga bisa menjaga diri sendiri?” kataku lagi
Ri memandangiku agak lama, oh my God, jangan perlihatkan pandangan seperti itu lagi adikku saying, aku tidak tahan…
“Bang, Ri itu sayang sama Bang Azis, Ri tahu Bang Azis itu ga’ lemah, tapi Ri merasa punya kewajiban untuk melindungi Abang” Ri mulai terlihat serius
“ melindungi dari apa Ri” tanyaku lagi, terkadang jawaban Ri tiap kali aku bertanya rasanya melebihi kdewasaanku sendiri
“ Bang Azis belum menemukan jati diri Abang yang sebenarnya, dan Ri akan selalu berada di dekat Bang Azis sampai Abang menemukannya, Ri ga’ mau Abang menemukan jati diri yang salah”, aku terdiam sejenak, jati diri apa yang dimaksud oleh Ri ?
Seolah mengerti kebingunganku, Ri berkata lagi
“ Bang Azis belum menemukan jati diri Abang sebagai seorang muslim, meskipun Bang Azis tidak pernah ketinggalan sholat atau kewajiban lain, itu belum menunjukkan jati diri Bang Azis yang sebenarnya” Jelas Ri lagi, Tuhan..beri aku petunjukMu untuk menghadapi Ri
‘ Intinya, Ri berharap Bang Azis bisa seperti Ri, berkumpul dengan orang-orang yang senantiasa memberi manfaat bagi yang lain, itulah potret muslim sejati Bang” tambah Ri
“Maksud kamu, aku harus bergabung dengan komunitas kamu itu, bersikap sok malaikat dan menganggap orang-orang diluar mereka itu salah semua” sahutku setelah mengerti jati diri yang dimaksud Ri
“Bang, apa selama ini Bang Azis melihat Ri seperti sosok malaikat? Apa selama ini Ri seperti apa yang Bang Azis pikirkan? Kalo iya, menurut Abang, kenapa sampai sekarang Ri masih bersikap sama sebelum Ri akhirnya hijrah kepada Bang Azis? Bang Azis salah menilai komunitas Ri seperti itu, menurut Bang Azis, apakah kami yang selalu menjalankan perintah agama itu salah?” Ri tambah serius menjelaskan.
“ Ri…Bang Azis tidak pernah menyalahkan keputusan kamu menjadi seorang muslimah sejati, tapi yang Bang Azis harapkan, coba kamu pikir lagi, apa pantas seorang muslim itu berkata kasar kepada orang lain?apalagi muslimah seperti kamu, teman-teman Bang Azis yang cewek bahkan takut kalo harus datang kerumah kita karena sikap kamu itu, Bang Azis hargai perhatian kamu, tapi Bang Azis harap cobalah untuk sedikit bersikap lunak dalam menegur orang” kataku dengan lembut. Kami sama-sama terdiam dan Ri sepertinya mulai mengerti maksudku.
“Ri akan coba Bang, syukron atas teguran Abang, tapi Ri ga’ akan berhanti jagain Bang Azis sampai Abang diberikan hidayah oleh Allah untuk mejadi ikhwan!” Ri menegaskan padaku, ah..lagi-lagi seperti itu, kupikir ending-nya tadi Ri tdak akan “mengganggu” hidupku lagi dengan sikap over-nya tu. Aku bukan tidak mau mencoba menjalankan apa yang dikatakan Ri tentang komunitasnya itu, aku juga punya teman-teman yang aktif di Rohis kampus, ga’ terlalu akrab ih, itu juga karena mereka cukup mengenal adikku Ri, ya iyalah di kalangan laki-laki Rohis atau panggilannya ikhwan, siapa yang tidak kenal dengan muslimah yang paling galak tapi menyenangkan seperti Ri? Salah satunya Budi, dia seangkatan denganku, dia juga yang paling sering mengajakku mengikuti kajian-kajian keislaman, tapi berhubung aku juga sibuk dengan urusan yang lain, hanya beberapa kali aku ikut, itupun tidak sampai selesai. Aku merasa masih belum klop dengan Rohis dikampusku itu, melihat mereka dengan jenggot tipis dan jilbab lebar, masih terlihat aneh olehku meskipun aku sering melihat keanehan itu pada Ri, tapi aku juga mencoba mendapatkan sesuatu yang bisa membuat aku tertarik bergabung dengan mereka, bukan hanya karena “intimidasi” dari Ri, entahlah aku juga tidak tahu, mungkin suatu saat aku bisa mendapatkan itu dan merasakan kebahagiaan seperti yang selama ini dirasakan oleh Ri.
***
Aku masih melihat Ri tertidur lelap di ranjang putih itu, entah mimpi apa yang sedang mengiringi tidurnya sampai Ri tidak mau mimpinya itu berhenti dan membangunkannya dari tidurnya. Ini sudah 3 bulan sejak Ri menutup matanya yang indah itu dan sedikitpun belum ada tanda-tanda akan membukanya, ya…Ri sedang mengalami koma sejak kejadian kecelakaan dimana saat itu Ri dan teman-teman Rohis-nya mengadakan perjalanan wisata atau rihlah kata Ri ke daerah pegunungan sambil tafakur alam, ada dua bus, bus yang satu ditumpangi oleh kelompok muslimah, sedang bus satunya untuk laki-laki, Ri ditunjuk sebagai penanggungjawab kelompok akhwat itu, tapi ditengah perjalanan, bus yang ditumpangi Ri mengalami rem yang blong ditengah jalanan yang sedang licin karena diguyur hujan, akibatnya bus yang melaju cukup kencang tidak bisa dikendalikan kecepatannya dan akhirnya terbalik ! tidak ada korban tewas saat itu, semuanya selamat dan hanya sebagian kecil yang mengalami luka-luka, tapi Ri adalah korban yang paling parah, Ri yang duduk di depan bersama sopir bus terkena pecahan kaca dan mengalami benturan kepala yang sangat keras, itu menurut dokter yang akhirnya meyebabkan Ri mengalami kejang otak dan mengakibatkan koma yang sepertinya akan berlangsung cukup lama. Bukan hanya papa dan mama yang shock, aku merasa yang paling terpukul dengan kejadian ini, sebelum Ri berangkat, tidak seperti bisanya dia memelukku erat sekali saat aku mengantarnya menuju bus, aku menanggapinya biasa saja, sambil terus memelukku Ri berkata
“Bang Azis, Ri tidak pernah berhenti berdo’a agar Allah segera membuat Abang menemukan jati diri Abang yang sebenarnya, Ri pengen sebelum Ri mati, Ri sudah melihat Abang dengan jenggot yang tipis sambil menundukkan pandangan, Ri juga pengen suatu hari nanti Bang Azis dan Ri fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan) ketika tilawah, sholat malam dan ibadah yang lain, Ri bosan melakukan itu sendirian terus” desah Ri, aku merasa kemejaku basah, dan ketika Ri melepas pelukannya matanya sudah penuh dengan linangan air mata, aku tidak pernah melihat Ri menangis seperi ini sebelumnya, tapi bodohnya aku masih menganggapnya biasa dan bukan sebagai firasat bahwa akan terjadi sesuatu padanya.
Sejak kecelakaan itulah, aku mulai memaksakan hatiku untuk segera mencari sesuatu yang bisa membuatku seperti Ri, dengan bimbingan dari Budi dan ikhwan lainnya, aku akhirnya mendapat pencerahan, kini aku sudah mengaktifkan diriku di Rohis, agak terlambat memang karena aku sudah berada di tingkat akhir kuliah, tapi seperti kata Ri dan yang lain, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Dan memang, akhirnya aku bisa merasakan apa yang selama ini dirasakan oleh Ri ketika dia memilih komunitasnya dulu, kebahagiaan dan ketenangan, memiliki banyak saudara yang selalu siap mendampingi kita saat senang dan susah, Ri…aku sudah menemukan jati diriku dan cepatlah hentikan mimpi indahmu itu agar kau terbangun, lihatlah di bawah daguku sekarang tumbuh jenggot tipis, aku pun sudah siap untuk fastabiqul khairat denganmu Ri..ayo bangun!! Tapi sampai kini Ri masih belum mau membuka matanya, ak rindu pandangan matamu Ri, yang teduh dan tidak pernah bisa membuatku berkutik saat berdebat denganmu. Ketika merasa lelah, tanpa sadar aku tertidur disamping Ri setelah membacakan beberapa lembar Alqur’an untuk Ri, dia pasti belum tahu betapa merdunya suaraku ini ketika bertilawah.
Samara-samar aku merasa berada ditempat yang sangat indah, tapi penuh dengan kabut dan membuat pandanganku tidak terlalu jelas, seketika aku melihat ada sosok wanita di depanku, aku hanya bisa melihat bagian punggungnya tapi tidak bisa melihat wajahnya ddengan jelas, astagfirullah..aku baru sadar bukankah aku tidak boleh melihat seseorang yang bukan muhrimku? Segera aku menundukkan pandangan dan mencoba agak mendekat pada wanita itu, setelah agak dekat aku mencoba menyapanya dengan salam
“Assalamualaikum…maaf saya ingin tanya, ini tempat apa? Dan anda siapa?”tanyaku dengan hati-hati sambil terus menundukkan pandangan
“Bang Azis ga kenal aku? Jangan melihatku dengan kepada tertunduk itu Bang”, aku seperti mengenal suaranya..
Aku pun mendongakkan kepala dan memastikan bahwa yang didepanku ini adalah Ri adikku…dan benar, ia adalah Ri, Ri tampak cantik sekali dengan pakaian putihnya seperti bidadari yang sering kulihat di cerita-cerita film
Ri tersenyum padaku, manis sekali..senyum yang sudah sangat kurindukan, aku segera memeluk Ri,
“Ayo Ri, kita pulang, semua orang sudah menunggu kamu, coba kamu lihat aku sekarang, aku sudah punya jenggot Ri, aku siap kau tantang untuk tilawah yang banyak dan sholat malam Ri, kali ini kau yang akan kalah denganku” kataku pada Ri dengan penuh semangat
Ri melepas pelukanku, masih dengan senyuman dan tatapan matanya itu Ri berkata
“Bang Azis, aku merasa sudah menyelesaikan tugasku sekarang, Ri ga’ perlu menjadi bodyguard Bang Azis lagi, karena Bang Azis sudah bisa menjaga diri sendiri, Ri bahagia melihat Bang Azis sekarang, jadi biarkan Ri sendiri yang akan memilih jalan Ri berikutnya”, aku masih tak mengerti apa yang diucapkan Ri
“apa maksud kamu Ri, aku masih butuh kamu, aku tidak akan pernah bosan lagi tiap kamu menjaga Abang, kamu pikir apa yang sekarang Abang punya sehingga Abang ga’ butuh kamu lagi?”
“Allah sudah memberikan kekuatan lain untuk Bang Azis, yang jauh lebih kuat dari apa yang selama ini Ri kasih buat Abang, yaitu iman dan kecintaan Bang Azis terhadap Islam dan Allah, itulah yang Insya Allah akan menggantikan tugas Ri untuk menjaga Abang, Abang harus ingat, meskipun ga’ ada Ri, Ri akan tetap ada dihati Abang dan orang-orang yang mencintai Ri selama ini, Ri mencintai kalian semua karena Allah”
Tiba-tiba setelah mengatakan itu, kabut semakin tebal dan aku tidak bisa lagi melihat sosok Ri dengan jelas, aku terus memanggil namanya tapi tak ada yang menyahut, aku terus berjalan berharap akan menemukan Ri tapi tetap tidak bisa, dan semakin lama kabut itu semakin tebal dan aku merasa terjatuh dalam sebuah kurang yang besar dan..tidaaaak!
“Azis…bangun nak” samar-samar aku mendengar suara mama yang lembut, saat kubukan mata, aku mencoba mengumpulkan kesadaran dan aku masih berada di rumah sakit, disampingku Ri masih tertidur dan sepertinya rapat sekali menutup matanya. Tapi ada apa ini? kenapa semua orang berkumpul dikamar ini, mama dan papa, dokter serta perawat juga teman-teman rohisku dan Ri, ada apa ini? sekali lagi aku bertanya pada semua orang, tapi mereka hanya diam, kulihat Ri masih tertidur pulas, aku melihat sekelilingku sampai pandanganku tertuju pada sebuah monitor yang kabel-kabelnya terhubung dengan tubuh Ri, monitor itu memperlihatkan sebuah garis yang lurus dan terus lurus, monitor itulah yang akan menentukan kehidupan semua orang yang terhubung dengannya, jika garis disana terlihat bergelombang maka orang tersebut masih memiliki kehidupan, tapi jika hanya ada garis lurus, itu tandanya kehidupan orang tersebut telah mencapai akhir, dan Ri…monitor itu terus menunjukkan garis lurus dan itu artinya Ri sudah……..tidak..aku mencoba menggapai monitor itu sambil memeriksa kabel-kabelnya kalau-kalau monitor itu rusak, tidak aku belum mau kehilangan Ri, mungkin karena kasihan melihatku yang terlihat “sibuk”, Budi segera meraih dan menenangkanku, sambil terus membujukku untuk beristighfar, dari bibirnya pun terdengar zikir dan istigfar untukku,
“Sudah Zis, istigfar, adikmu sudah menghadap Rabb-nya dengan tenang, kamu harus bisa menerima semua ini” bujuk Budi
“Ga’ Bud, aku baru saja bertemu Ri dan dia baik-baik saja, aku masih merasakan pelukannya Bud, Ri tidak boleh pergi dulu” aku terus berteriak memanggil Ri, Budi lalu menyeretku keluar kamar agar jenazah Ri segera diurus.
“ Itu berarri Ri sudah bahagia Zis, ikhlaskanlah, jangan bersikap berlebihan seperti ini, Allah tidak suka segala sesuatu yang berlebihan, jangan biarkan syaitan dan hawa nafsu menguasai kamu Zis, ayolah ane yakin antum akan kuat menghadapi ini semua, antum tau dengan meratap seperti ini adik antum akan mengalami kesulitan di alam barzah sana Zis” Budi terus berusaha menenangkanku. Sejenak aku akhirnya bisa tenang dan segera beristighfar, Budi masih memberikan taujihnya padaku, ah..akhi andai aku masih seperti dulu entah apa yang akan terjadi padaku sekarang ketika harus menghadapi cobaan seperti ini, Ri benar, orang-orang seperti Budi-lah yang mampu menjadi penyangga ketika kita sangat rapuh. Ketika aku sudah mulai tenang dan menguasai diri, aku segera mengajak Budi untuk mengurusi jenazah Ri, adikku yang paling kusayangi itu, kulihat mama tak berhenti menangis, segera kupeluk mama dan menenangkannya, sama seperti ketika Budi menenangkanku tadi. Selamat tinggal Ri...adikku sayang.
Setahun kemudian
Aku berjalan menyusuri komplek yang dipenuhi dengan gundukan tanah-tanah bernisan, beberapa meter kemudian langkahku terhenti pada sebuah gundukan tanah yang ditanjaki batu nisan bertuliskan Annisa Rianti Putri, hari ini tepat milad-nya Ri atau hari lahirnya Ri yang ke-22 tahun, sejenak aku mulai memanjatkan doa untuknya meski sejak kematiannya aku tak pernah lupa berdoa untuk adikku itu baik sholat wajib terlebih saat sholat malam.
“Ri…apa kabar, kamu curang Ri, kamu sudah menikmati surgamu di alam sana lebih dulu, mungkin Allah sekarang menjadikanmu sebagai salah satu bidadari penghuni surgaNya yang paling tinggi, ngomong-ngomong apakah Allah sudah memberikanmu seorang mujahid Ri? Seseorang yang sangat kamu rindukan kedatangannya dulu, seseorang yang akan menempati salah satu singgana dihatimu setelah Allah dan RasulNya, papa mama, aku dan saudaramu yang lain, orang yang akan menjadi tempatmu berbakti seperti para istri Rasulullah, semoga Allah sudah memberikannya untukmu Ri” airmataku tak kuasa kutahan, Ri paling kesal jika melihatku menangis, masa Abangnya Ri cengeng, katanya suatu hari.
“Abang punya dua kabar gembira Ri, mau tau? Pertama, abangmu ini sudah sah menjadi dokter Ri, papa dan mama begitu bahagia melihatku diwisuda, tapi sewaktu berfoto, aku merasa hampa karena tidak ada fotomu disana Ri, tapi Abangmu ini ga’ kehabisan akal, aku sudah membuat manipulasi foto sehingga di foto sarjanaku, keluarga kita lengkap. Yang kedua, minggu depan Insya Allah abang akan sah menjadi suami Ri, akhirnya abang sudah menemukan mutiara yang sangat indah, seperti katamu dulu, dia cantik, sholehah dan cukup punya mobilitas dakwah yang tinggi, sama seperti kamu Ri, Insya Allah dia yang akan menjaga hatiku, menggantikan tugasmu Ri, jangan iri ya! “ aku mencoba mengingat obrolanku dengan Ri suatu hari tentang cinta, Ri selalu mewanti-wanti aku agar jangan pernah pacaran,
“pokoknya Ri ga’ mau Abang pacaran, tapi langsung nikah aja, aku mau orang yang abang cintai harus bisa menjaga hati Abang, dan aku mau suatu hari nanti yang mendampingi abang haruslah seperti mutiara yang sangat..sangat mahal, belum pernah disentuh sama siapapun, harus original, maka mutiara seperti itu yang akan membuat abang bahagia selamanya, dunia akhirat” kata Ri dengan penuh semangat saat kuperlihatkan sepucuk surat warna merah jambu dari seorang adik tingkat dikampusku, saat itu aku hanya tertawa menanggapinya, meski cukup banyak gadis yang menyukaiku, belum ada yang bisa menaklukkan hatiku kecuali dia bisa menaklukkan hati Ri. Bagiku, kebahagiaanku harus pula menjadi kebahagiaan Ri.
Setelah cukup lama aku bercerita melepaskan kerinduanku pada Ri, aku segera beranjak dan meninggalkan tempat jasad Ri terbaring selamanya,
“Abang yakin Ri, kamu masih setia menjaga abang saat ini meski melalui dimensi yang berbeda” kataku mengakhiri “pertemuan”ku dengan Ri untuk hari ini
Ya Allah tidak ada karuniaMu yang terindah selain Kau berikan aku seorang Ri, adik yang seharusnya akulah yang menjaga dan melindunginya, bukan sebaliknya, Ri yang selalu sabar membimbingku menemukan jati diri, padahal seharusnya aku yang membimbingnya, ya Rabb.. berikan tempatMu yang terbaik untuk Ri, seorang bodyguard sekaligus adikku yang teramat kucintai

(semoga abangku akan seperti Bang Azis….Amin…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar