Senin, 02 Februari 2009

Masih ada Cinta

Pagi yang cukup cerah, sesuatu yang menyenangkan untuk mengawali hari Senin setelah akhir pekan. Dengan santai aku berjalan menuju sekolahku di SMA Cendana, eits..jangan menyalahkan paham dulu..sekolahku memang sekolah swasta tapi ga’ ada hubungannya dengan cendana-nya Soeharto ya, Cuma nama doank yang sama. Sejenak aku membuka memori lamaku..hanya butuh waktu sebentar untuk melakukan “search” dalam “hardisk” kepalaku yang berisi “file-file” menjelang kelulusan SMP-ku dulu.
Ketika nilai ujian sudah diumumkan aku berhasil meraih nilai tertinggi di Sekolah, dan tentu saja berbagai penghargaan akademik jatuh ke tanganku. Saat wisuda, orangtuaku begitu bangga saat melihatku naik ke podium untuk menyampaikan kesan-kesan terakhir ketika meninggalkan sekolah sebagai siswa berprestasi. Saat orangtuaku sibuk memilihkan sekolah SMA untukku dimana kata mereka SMA-ku haruslah sekolah yang paling bonafit mulai dari guru-guru yang professional hingga fasilitas sekolah yang ahrus serba canggih. Tapi sebenarnya aku sudah punya pilihan sekolah sendiri dan sekolah itu tidak masuk dalam daftar sekolah yang dipilih oleh orangtuaku, namanya SMA Cendana, memang sekolah swasta tapi bukan berarti karena swasta lantas sekolah ini bonafit karena menurut informasi sekolah ini memiliki citra yang cukup tidak baik di masyarakat, siswa sekolah itu sering terlibat tawuran, membolos, lebih memilih pacaran daripada mengikuti pelajaran, bahkan siswa kelas 3 disana hampir 2 tahun tidak juga lulus SMA yang akhirnya terpaksa dikeluarkan dengan tidak hormat karena pihak sekolah sudah tidak bisa melakukan pembinaan kepada siswa kelas 3 tersebut. Bahkan sampai sekarang sekolah yang berdiri hampir 10 tahun itu sudah 5 tahun ini tidak melakukan acara kelulusan karena memang tidak ada siswanya yang lulus..satupun !!!!
Seperti yang kuduga, orangtuaku memperlihatkan ekspresi wajah yang sangat tidak enak untuk dilihat ketika aku mengatakan sekolah mana yang kupilih untuk melanjutkan SMA-ku
“apa kamu sedang tidak sehat Za? Sampai kamu berpikir untuk melanjutkan SMA ke sekolah Cendana?” papa mulai menginterogasiku.
“Mau kamu kemanakan otak encermu itu Za kalo kamu sekolah disana?” mama ikut menimpali, masih dengan ekspresi wajah yang belum berubah
“Menurut Za, sekolah dimanapun itu sama saja, toh fasilitas disana ga’ kalah ko’ sama sekolah lain” aku mulai membela diri
“tapi kan masih banyak sekolah lain yang jauh lebi bagus daripada disana Za, kamu tau kan bagaimana reputasi SMA Cendana itu? Papa sama Mama tidak mau memasukkan kamu ke sekolah yang ujung-ujungnya hanya merusak kamu, apalagi kamu adalah anak yang cerdas, masa iya sekolah di sekolah yang sama sekali tidak punya prestasi apa-apa selain siswanya yang sering terlibat tawuran, apa kamu mau jadi seperti mereka?” Papa mulai meradang. Huh..saat seperti ini kepala harus tetap dingin..come on Za..
“Za tau pa, tapi Za justru ingin belajar lebih dari hanya sekedar mendengarkan teori-teori ilmiah di sekolah, Za merasa sudah banyak tau tentang teori dunia ini dari SMP, Za tau bagaimana struktur bumi, bagaimana tumbuhan melakukan fotosintetis, teori darwin atau teori Galilei atau teori lain. Itu sudah cukup membuat Za tau banyak hal, tapi Za ingin melihat sesuatu yang lain pa, sesuatu yang justru tidak bisa dijelaskan dengan teori ilmiah manapun, dan hal itu hanya Za lihat ada di SMA Cendana” aku mulai menjelaskan panjang lebar dengan bahasa yang kadang membuat pusing guru-guru disekolahku.
“apa sih yang mau kamu cari Za” Mama mulai sedikit melunak
“Mama sama Papa tau kan bagaimana sifat Za yang selalu ingin tahu dan tidak akan berhenti sampai Za menemukan jawabannya, Za tau bagaimana reputasi SMA Cendana, Za juga tau apa saja yang nanti akan Za hadapi disana, tapi Za hanya ingin mencari sebuah jawaban dari segudang pertanyaan Za selama ini. Selain masalah akademik, Za pikir itu tidak akan menjadi masalah, menurut informasi yang Za dapat, guru-guru disana bukan guru yang sembarangan saja didatangkan, tapi guru yang melalui seleksi ketat, sekalipun keadaan siswa disana sangat mengkhawatirkan, hanya guru yang bermental kuat yang bisa mengajar disana. Tapi inti dari yang Za ingin dapat disana adalah apa yang sebenarnya membuat siswa disana menjadi siswa yang brutal dan tidak ada bedanya dengan kelas preman, papa dan mama tau kana pa cita-cita Za nanti, menjadi psikologi dan Za baru saja ingin memulai langkah awal menuju cita-cita itu” kali ini aku menjelaskan dengan lebih detail tentang alasanku memilih SMA Cendana.
Papa dan Mama terdiam sejenak, kalo masalah diplomasi dan negosiasi aku memang cukup ahli, itulah yang membuat teman-teman disekolahku sering menunjukku sebagai perwakilan kelas tiap kali ada rapat akhir semester disekolah.
“kalo kamu memang yakin dengan apa yang kamu lakukan, papa dan mama tidak akan memaksa kamu, karena kamu sendiri yang akan menjalaninya, tapi catatan penting dari papa, jangan sampai prestasi kamu menurun, kamu adalah harapan kami satu-satunya sebagai generasi penerus kelurga kita” ahh..akhirnya papa berhasil dilobi juga dan saat itu aku berjanji bahwa aku tidak akan pernah berubah meski masuk SMA Cendana, meski mama masih cemas memikirkan “nasib”ku nanti disana.
Tak terasa aku sudah memasuki halaman SMA Cendana, ini adalah bulan ke-3 aku masuk sekolah ini, awalnya aku cukup nervous karena disekolah ini hampir tidak kutemukan wajah-wajah manis dan bercahaya, baik itu laki-laki atau wanita-nya, hanya Pak Kasim, petugas kebersihan sekolah dan Bu Kasim, istrinya yang membuka kantin sekolah. Selama 3 bulan aku mencoba beradaptasi dengan sekolah ini, tidak hanya guru tapi tentu saja teman-teman lain, dan yang perlu diketahui, jumlah siswa baru disekolah ini hanya 25 orang saja termasuk aku, dan semuanya masuk sekolah ini tidak dengan alasan yang sama denganku tapi lebih karena nilai ujian mereka dibawah rata-ratadan sekolah lain sudah penuh dengan siswa barunya sehingga yang tersisa hanya SMA Cendana ini. tapi guru-guru cukup respek denganku karena memang hanya aku satu-satunya murid baru yang datang dengan segudang prestasi sekolah di SMP. Makanya anak-anak lain banyak yang iri padaku, ada saja hal kecil yang mereka jadikan masalah buatku, untunglah aku hanya “dihukum” dengan memberikan uang saku,tidak sampai pada penganiayaan fisik karena mereka cukup tau diri jika sampai terjadi apa-apa denganku maka akan bermasalah berat dengan pihak sekolah, bagi sekolah ini aku adalah asset sekolah yang sangat berharga. Tapi untunglah masih adajuga yang mau berteman denganku, namanya Aris. Aris tidak tergolong anak super nakal, dia seperti itu hanya karena tidak tahan dengan segala dikte dari orangtuanya, melanjutkan ke SMA Cendana pun karena terpaksa karena tidak ada sekolah yang menerimanya.
“Pagi Ris” sapaku pada Aris, dia sedang asyik bermain game di hp-nya.
“Pagi juga Za” balas Aris tanpa menoleh padaku.
“Ris..aku lagi mau bikin proyek nih, dan aku butuh bantuan, mau jadi relawan ga’?”tawarku pada Aris.Sejenak Aris menghentikan game-nya dan mentapku.
“Proyek apaan sih Za, kamu tuh mentang-mentang pintar sudah mau sok bikin proyek kaya direktur aja”sahut Aris sedikit sinis padaku.
“Emangnya proyek harus dikerjakan sama anak pintar apa? Aku mau buat penelitian Ris, aku dengar ada lomba penelitian bebas dari sebuah LSM yang khusus menangani moralitas dan perilaku remaja, ini ditujukan untuk semua SMA se-Kalsel Ris, hadiahnya lumayan ada beasiswa terus jadi duta remaja daerah” jelasku pada Aris. Butuh waktu cukup lama menunggu reaksi Aris untuk mencerna kata-kataku barusan. Tiba-tiba bel tanda masuk berbunyi dan cukup menghambat pemahaman Aris selagi serius mencerna kata-kataku. Bel istirahat berbunyi, aku dan Aris berjalan menuju kantin Bu Kasim, setelah memesan Bakso dan Es jeruk, aku kembali menanyakan kesediaan Aris untuk menjadi “relawan” penelitianku.
“Ris, gimana mau bantuin aku ga” tanyaku dengan nada sedikti memohon.
“Tau ga’ Za, waktu pelajaran pertama tadi aku masih sibuk menncari titik pemahaman tentang penjelasan kamu tadi, tapi setelah kupikir aku mau aja Bantu proyek kamu mengingat kamu itu cerdas pastilah proyek kamu ga’ main-main, lagian aku juga lagi ga’ ada kerjaan nih” sahut Aris.
“Nah gitu donk..itu baru temannya Fahreza” jawabku sambil menepuk-nepuk dadanya sampai Aris tersedak karena mulutnya masih dalam proses pengunyahan daging bakso.
Setelah Aris selesai dengan kunyahannya, aku menjelaskan tentang penelitianku, yaitu mengenai apa yang sebenarnya dicari oleh siswa di SMA Cendana selama ini dengan perilaku tawuran dan kenakalan remaja yang lain, meski jawaban itu belum bisa ditemukan oleh beberapa psikiater yang sering datang ke sekolah untuk membantu mengatasi kenakalan siswa sekolah ini.
Langkah pertama yang harus dijalankan adalah mencari data yang cukup banyak dari sebagian siswa sekolah SMA Cendana, dan untuk itu aku meminta Aris yang melaksanakan karena kalo aku sendiri yang turun tangan pasti tidak akan berhasil, jangankan mengajukan pertanyaan, mendekat saja mereka pasti sudah menyambutku dengan gempalan tangan yang siap melayangkan bogem mentah padaku, tapi kalo Aris, dia masih dikenal sebagai siswa yang nakal, jadi masih “selevel “dengan anak-anak lain. Pertanyaan yang kubuat bukanlah pertanyaan umum yang sering diajukan seorang peneliti pada subjek penelitiannya, makanya Aris cukup heran dengan pertanyaan yang harus diajukan pada anak-anak yaitu “Apa sebenarnya cita-cita kamu dimasa mendatang dan bagaimana caramu meraih cita-cita itu?”, kata Aris agak tidak nyambung dengan tema penelitiannya, tapi aku bilang tanyakan saja masalah nyambung atau ga’ nyambung pasti nyambung deh..
Selama 3 hari. Aris berjuang untuk mendapatkan data yang banyak dan valid karena tidak semua siswa mau menjawab pertanyaannya, aneh menurut mereka tapi tentu saja dengan trik-trik ala Aris akhirnya ada saja yang mau, entah serius atau iseng saja menjawab, dan hasilnya ada sekitar 150 siswa yang menjawab pertanyaan Aris diantara 250 orang siswa di SMA Cendana, cukup memenuhi kuota menurutku. Dan sorenya aku mengajak Aris kerumah untuk memulai langkah selanjutnya.
“jawaban-jawaban ini mau kamu apakan Za?” Tanya Aris sembari merapikan kertas-kertas jawaban itu.
“kita akan analisis dulu Ris, diseleksi mana jawaban yang serius mana yang seenaknya” jawabku. Dan akhirnya dalam waktu hampir 1 jam, aku dan Aris berhasil memilah mana jawaban yang memang valid dan mana yang hanya iseng, hasilnya hanya 50 jawaban yang menurutku mendekati serius. Dan seperti yang kuduga, cita-cita anak-anak SMA Cendana tidak ada bedanya dengan siswa sekolah lain, malah cukup unik menurutku. Ada yang bercita-cita menjadi dokter dan cara meraihnya dengan mempelajari seluk-beluk tubuh manusia, ada juga yang ingin menjadi pengacara dan cara meraihnya dengan sering membela teman yang dianiaya, dan banyak lagi.
Lalu penelitian kulanjutkan dengan mempertanyakan apakah sebenarnya siswa sekolah ini mencintai atau membenci sekolah ini sampai-sampai sedikitpun mereka tidak peduli dengan kondisi sekolah, bagi mereka yang penting melakukan kewajiban sebagai anak untuk sekolah, selanjutnya ya terserah mereka. Aku memutuskan untuk terjun sendiri mencari jawaban ini, tapi tetap mengajak Aris ikut serta, yang harus kutemui adalah daftar anak yang paling nakal disekolah ini, ada sekitar 10 orang, menurut Aris mereka adalah anak-anak yang punya pengaruh besar untuk menggerakkan anak-anak lain berbuat kenakalan seperti mereka. Harus kuakui, lobiku yang selama ini aku banggakan masih kalah dengan lobi yang dilakukan Aris, aku juga tidak tahu seperti apa lobinya tapi yang jelas itu cukup sukses menggiring 3 anak berpengaruh tersebut ke belakang sekolah untuk di-interview.
Dengan sangat hati-hati aku mengajukan pertanyaan penelitianku, butuh waktu lama menunggu jawaban mereka.
“sebenarnya lo mau ngapain sih di sekolah ini Za, gue heran lo kan anaknya cerdas msa mau sekolah ditempat kaya gini” kata Eman, duh jadiga’ nyambung nih yang ditanya sama jawaban..
“Ya aku mau belajar lah disini” jawabku sekenanya.
“jangan-jangan lo intel ya Za, sengaja pengen ngorek-ngorek informasi dari sekolah ini, ga mungkin kalo lo Cuma pengen belajar disini” rupanya Eman suka menonton film detektif seperti spy kids kali ya sampai bisa berpikir seperti itu. Ayo Za..tetap tenang..bisikku dalam hati.
“Man, ortu gue ngasih kebebasan bagi gue untuk memilih jalan hidup sendiri, gue hanya merasa tertantang untuk sekolah di SMA Cendana ini” akhirnya aku memilih mengikuti cara Eman berbicara, menurut shirah nabawiyah, buku tentang perjalan Nabi Muhammad SAW, jika ingin menyampaikan dakwah atau tujuan pada seseorang, bicaralah sesuai dengan gaya bicara orang tersebut, yah aku kan sekarang rajin ikut kegiatan remaja masjid.
Akhirnya akupun menjelaskan kepada Eman dan yang lain tentang tujuanku mengumpulkan mereka sekarang
“Gue ga’ bermaksud macam-macam teman-teman, tapi yang harus kalian tau, gue paling ga’ tahan melihat sebuah kondisi yang ga’ mengenakkan untuk dilihat, setau-ku dulu SMA Cendana termasuk SMA favorit, tapi lambat-laun karena perilaku siswa-nya akhirnya reputasi sekolah kita ini jadi ambruk, gue Cuma pengen tau, apakah ga’ ada siswa yang bisa mencintai sekolah ini dan kemudian mengukir prestasi untuk mengharumkan nama sekolah?” tanyaku
Eman dan yang lain diam sejenak, lalu Toni menyahutku
“Loe ga’ tau apa-apa Za, sebenarnya yang membuat sekolah ini terpuruk bukan karena ulah siswa, tapi juga pihak sekolah dan yayasan”, jawaban Toni sentak membuatku kaget bukan kepalang, memoriku berjalan lagi mencoba untuk mengingat apakah ada informasi seperti itu.
“maksud loe Ton” tanyaku lagi, Aris hanya diam mungkin dia juga bingung seperti aku.
Lalu Eman bercerita panjang lebar tentang kondisi sekolah ini, memang dulu SMA Cendana termasuk dalam daftar sekolah favorit, tapi lambat laun ketika pihak yayasan yang dulu menyerahkan hak kepemilikan sekolah kepada yayasan baru atas dasar si pemilik yayasan lama ingin menghabiskan sisa hidupnya di kota lain karena mengidap penyakit kanker otak yang akut. Menurut cerita yang didapat Eman dari siswa yang sebelumnya, pihak yayasan baru sangat menerapkan system pendidikan yang dictator, sangat berbeda sekali dengan yang diterapkan pemilik yayasan lama, semua siswa tidak diperbolehkan lagi ikut mengatur kebijakan sekolah padahal dulunya tiap akhir semester, harus ada perwakilan siswa yang ikut mengevaluasi segala kebijakan sekolah pada semester kemarin untuk kemudian direvisi lagi kebijakan tersebut pada semester mendatang. Kemudian semua guru-guru yang direkrut oleh pihak yayasan yang lama lambat laun “dimutasi” ke sekolah lain, kadang dengan alasan yang tidak jelas mengapa mereka dimutasi, tapi menurut senior sekolah, mutasi tersebut memang sengaja dilakukan karena cara mengajar mereka yang dianggap sangat lembek dan tidak tegas terhdap siswa, ada juga guru yang selamat dari mutasi tapi dengan catatan guru tersebut harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh yayasan. Fakta lain adalah bahwa sebenarnya pihak yayasan tidak mempunyai tujuan untuk mencerdaskan anak-anak di SMA Cendana, mereka malah kadang tidak peduli apakah siswa naik kelas atau tidak, tetapi itulah yang menjadi sumber keuangan yayasan, pihak sekolah sering menggunakan kenalakan siswa untuk merogoh kantong-kantong para orangtua murid dengan alasan pembinaan padahal uang tersebut hanya untuk memenuhi brankas yayasan. Cara mengajar guru juga sangat tidak memahami siswa, guru hanya menyampaikan apa yang ada tanpa peduli apakah anak tersebut memahami atau tidak, tidak seperti guru yang dulu yang metode belajar mereka adalah memahami dulu karakter siswanya baru dia menjalankan kewajibannya untuk mengajar tentu saja dengan metode yang sesuai dengan pemahaman siswa. Pernah para siswa dipelopori OSIS melakukan demo terhadap sekolah tapi ujung-ujungnya mereka malah dikeluarkan dengan tidak hormat dadiharuskan membayar denda atas demonstrasi yang mereka lakukan, inilah yang kemudian membuat orangtua mereka kesal, bukan kepada sekolah tapi justru keapda anak mereka yang sebenarnya hanya ingin menuntut keadilan. Dan akhirnya karena tidak punya kekuatan untuk melakuakn perubahan, siswa disini sebagian menjadi pemberontak sekolah dan ikut memengaruhi siswa lain, termasuk Eman dan yang lain, dan jadilah siswa sekolah ini menjadi tameng bagi pihak yayasan dalam mendapatkan keuntungan dan senjata bagi para siswa untuk meperlihatkan kebobrokan sekolah mereka kepada dunia luar.
Setelah mendapat penjelasan itu, aku mencoba menarik kesimpulan tentang apa yang sebenarnya terjadi di sekolah ini, mencoba menggunakan daya nalarku untuk mempertimbangkan apakah penjelasan dari teman-teman ini memang benar atau hanya dibuat-buat? Ya Allah, tolong beri aku petunjuk….
Akhirnya setelah aku berjuang keras mengumpulkan segala informasi tentu saja dengan bantuan Aris dan Eman cs yang sekarang menjadi teman-temanku juga, mulai dari mencari keterangan melalui guru-guru lama SMA Cendana yang sekrang tersebar di berbagai sekolah, aku memang akhirnya tahu bahwa apa yang dikatakan Eman cs benar adanya. Siang itu setelah pulang sekolah, aku mengajak Aris dan Eman cs kerumah untuk membuat dan menyusun rencana, mereka cukup kaget atas rencanaku yang selama ini tidak terpikir oleh mereka, dan dengan berusaha sekuat tenaga meyakinkan mereka akhirnya kami sepakat untuk menyusun rencana demi menyelamatkan SMA Cendana yang kini sangat kami cintai.
Aku mengusulkan untuk mebuat sebuah acara entah itu pentas seni atau apa kemudian mengundang pihak yayasan, para donator dan dari dinas pendidikan, acaranya memang normal seperti halnya pentas seni, tapi akan ada surprise besar didalamnya. Awalnya teman-temanku ini pesimis karena selama ini tidak pernah ada acara semacam itu diadakan disekolah apalagi terlebih karena memang tidak ada hubungan yang baik antara sekolah dengan para siswa, sekalipun OSIS. Namun aku kembali meyakinkan bahwa pasti bisa karena aku sendiri yang akan memintanya kepada sekolah dan rasanya tidak mungkin jika mereka menolak kegiatan yang dilakukan oleh anak secedes aku..itu menurutku bukan bermaksud sombong tapi yah sedikit lah. Yang lain aku minta untuk melobi teman-teman lain agar mendukung acara ini sementara sisanya biar aku yang urus. Seperti yang kuduga, kepala sekolah tidak butuh waktu lama membaca proposal yang aku buat, hanya sekilas dan sedikit menginterogasi menurutku, akhirnya proposalku disetujui.
Rencana selanjutnya adalah mempersiapkan apa saja yang akan dipentaskan dalam acara pentas seni sekolah ini, pengaruh Eman cs memang sangat luar biasa, buktinya hampir seluruh teman-teman SMa Cendana mendukung acara dan bahkan tanpa diminta ikut terlibat entah sebagai panitia atau pengisi acara, ada yang nge-band, baca puisi sampai teater, dan tentu saja inti dari acara yang diadakan ini, tidak banyak dana yang diberikan sekolah untuk acara ini, untunglah papa bersedia menjadi donator untuk menutupi lubang-lubang keuangan yang ada.
Setelah 2 minggu sibuk mempersiapkan acara, hari itupun datang, kami tidak hanya mengundang pihak yayasan SMA Cendana, tapi juga pihak donator sekolah dan pejabat dari dinas pendidikan, secara tak resmi kami juga mengundang mantan-mantan guru SMA Cendana tentu saja tanpa sepengetahuan pihak sekolah dan untunglah petugas keamanan sekolah tidak mengenal guru-guru tersebut. Acara yang kami selenggarakan sangat meriah, menurutku hari ini seperti hari kebebasan bagi para siswa SMA Cendana, buktinya aku banyak melihat wajah-wajah yang murni ceria padahal sejak aku masuk sekolah ini dulu hampir tidak pernah dan tidak ada rona wajah yang bahagia seperti itu. Selama 3 jam acara berlangsung, kini tibalah saatnya acara terakhir yaitu pembacaan kesan dari seluruh siswa SMA Cendana dan akulah yang akan membacakannya. Bismillah..aku memulai dengan berdo’a dalam hati, agak nervous tapi kulihat di depan podium teman-teman memandangku seperti memberikan telepati dukungan padaku..aku mulai mengatur nafas dan mulai membaca
“kepada para hadirin sekalian, sekali lagi saya mewakili panitia pelaksana acara ini mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kehadiran anda dalam pentas seni SMA Cendana, dan kemudian ijinkan saya pula untuk menyampaikan kesan dari seluruh siswa SMA Cendana ini. Hadirin sekalian, kami tahu bahwa anda semua mau menghadiri acara kami dengan ditemani perasaan ragu dan terpaksa, karena kalian menganggap bahwa kami tidak berguna dan tidak mempunyai masa depan yang cerah akibat perilaku kami selama ini. Tapi hari ini pula, saya mewakili teman-teman SMA Cendana ingin mengatakan bahwa apa yang kalian pikirkan tentang kami selama ini salah” kuhentikan sejenak demi melihat seperti apa ekspresi wajah para undangan yang hadir.
“kalian selama ini menilai kami adalah sekumpulan anak-anak yang tidak punya santun dan cita-cita yang besar, kami hanyalah sekumpulan “dosa kecil” bagi para orangtua karena tidak ada prestasi yang kami persembahkan untuk mereka, tapi sekali lagi saya ingin katakana bahwa kalian salah besar terhadap kami, kami juga memiliki harapan bagi masa depan kami. Kami memang penuh dengan kesalahan tetapi menurut saya, sebuah kesalahan bukan hanya menjadi milik orang yang melakukan kesalahan tersebut, karena di dunia ini berlaku hukum sebab-akibat dimana suatu kesalahan tidak mungkin terjadi jika tidak ada penyebabnya.
Dulu 5 tahun yang lalu SMA Cendana masuk dalam daftar sekolah favorit di daerah ini, segudang prestasi telah banyak diukir oleh siswa sekolah ini, namun semua berubah ketika kepemilikan yayasan yang membawahi sekolah ini berpindah tangan ke pemilik yang baru. Dan perlu kalian ketahui bahwa mimpi buruk sekolah ini baru dimulai ketika guru-guru yang lama sengaja dimutasikan oleh pihak yayasan yang baru demi mengeruk keuntungan besar” kali ini kata-kataku seperti terbakar emosi. Selanjutnya mengalirlah ceritaku tentang yang sebenarnya terjadi disekolah ini, tentang rekayasa pihak yayasan yang sengaja memutasi guru lama, kemudian mengeluarkan dengan tidak hormat beberapa siswa yang menuntut keadilan sampai dengan dana-dana yang selama ini diminta oleh pihak sekolah atas pertanggungjawaban kenakalan siswanya. Penjelasanku semakin kuat dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh para guru lama yang memang sengaja kami undang, sambil berdiri dan tanpa diminta mereka menceritakan perihal masalah yang selama ini menghinggapi SMA Cendana hingga menyebabkan siswanya menjadi pemberontak karena tidak sanggup mengubah keadaan menjadi lebih baik. Dan kulihat, kepala sekolah dan para guru juga pihak yayasan terlihat gelisah dengan mimic muka yang sangat pucat, mereka tidak mengkin menghentikan “kegilaan”ku sementara didekat mereka ada pihak donator sekolah serta pejabat dinas pendidikan, akhirnya aku dibiarkan membuka kedok mereka sendiri.
“ para hadirin sekalian, kami ingin kalian tahu bahwa kenakalan kami selama ini bukan karena kami membenci sekolah ini, kami juga masih ada cinta untuk orangtua dan sekolah kami ini, kami juga masih memiliki harapan demi masa depan yang lebih baik, kami juga masih mempunyai cita-cita yang besar, yang pasti kami tidak punya cita-cita untuk menjadi orang yang tidak bertanggungjawab, apa yang kami lakukan selama ini justru adalah cerminan cinta kami kepada sekolah ini, bagi para orangtua kami, kami belum layu untuk menjadi tunas yang akarnya kuat menghujam bumi, percayalah kami masih tetap menjadi malaikat kecil kalian yang akan meneruskan harapan dan cita-cita kalian, saya mewakili seluruh siswa SMA Cendana mengucapkan permohonan maaf atas segala perilaku kami selama ini, tapi ketika kebenaran telah terungkap, kami berjanji untuk memulai lagi hidup yang baru, menjadikan SMA Cendana penuh dengan warna lagi dan kembali menyusun langkah menuju cita-cuta kami. Demikian yang bisa saya sampaikan, terimakasih atas perhatiannya” aku menutup kalimatku dengan penuh kelegaan, dan seketika terdengar gemuruh tepuk tangan dari para undangan. Selanjutnya setelah acara selesai, pejabat dinas pendidikan segera melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap pihak sekolah dan pihak yayasan yang tentu saja tak bsia lagi berkutik dan mencari alibi atas kesalahan mereka, teman-teman banyak yang menyalami dan berterimakasih padaku, tapi kukatakan pada mereka bahwa merekalah sumber inspirasiku. Kini tugasku yang harus kuselesaikan adalah mengalihkan cerita sekolah ini ke dalam penulisan penelitian sebagai syarat lomba penelitian yang diadakan sebuah LSM pemerhati kenakalan remaja di daerahku.
Sebulan kemudian…
Kembali ke hari Senin lagi, tapi kali ini aku merasa agak berbeda..ya..kini anak-anak penghuni SMA Cendana memasuki pekarangan sekolah dengan penuh semangat dan keceriaan, tidak lagi kutemukan wajah-wajah menyeramkan disekolah ini, kalopun ada itu sih memang dari lahir udah seram..hihi,akhirnya sekolah ini kembali seperti dulu tapi tentu saja dengan semangat perubahan yang baru. Setelah kejadian di acara pentas seni itu, dinas pendidikan akhirnya meliburkan aktivitas sekolah selama hampir 1 minggu, dikarenakan kepala sekolah dan pemilik yayasan telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyelewengan dana sekolah, sementara semua guru juga diberikan sanksi tidak boleh mengajar disekolah manapun selama 3 bulan dan selama itu mereka akan diberi pembinaan oleh pihak dinas pendidikan. Status SMA Cendana pun menjadi polemic karena tidak ada lagi yang akan mengelola yayasan, sebelumnya dinas pendidikan berniat menutup sekolah ini, tapi beberapa siswa termasuk aku memohon agar SMA Cendana tidak ditutup, dan setelah melakukan berbagai koordinasi dengan pejabat lain, akhirnya diputuskan bahwa SMA Cendana akan dikelola oleh pejabat dari Dinas pendidikan, para donator masih bersedia memberikan dana untuk pengembangan sekolah ini. masih ada kejutan lain, para mantan guru SMA Cendana memutuskan untuk kembali mengajar disekolah ini, tidak semua memang karena sebagian guru sudah pindah ke daerah lain, kemudian yang akhirnya diangkat menjadi kepala sekolah adalah anak dari pemilik yayasan yang lama, dia mengetahui apa yang terjadi di SMA Cendana dari berbagai pemberitaan media yang memang sangat tertarik meliput kasus ini dan karena beliau juga memiliki kenangan di sekolah ini akhirnya mengajukan diri untuk menjadi kepala sekolah yang baru. Thanks for you Allah..
Aku juga punya kejutan lain, tentang penelitianku, karena keberhasilanku mengungkap kebenaran di SMA Cendana, penelitianku dianggap sukses besar menangani kenakalan remaja di SMA Cendana dan akhirnya penelitianku menjadi juara dan akupun berhak mendapatkan jabatan sebagai Duta penanganan kenakalan remaja, hadiah beasiswa tentu tak kumakan sendiri karena walau bagaimanapun semua ini karena bantuan dari Aris dan Eman cs, karena itu aku putuskan untuk membaginya kepada mereka dan sekarang Eman cs sedang serius mempersiapkan Ujian Akhir Nasional (UAN) mereka, yang pasti kata Eman, dirinya tidak akan lagi menjadi siswa abadi di SMA Cendana. Kini akupun melanjutkan kehidupanku sendiri, meniti lagi langkah untuk meraih cita-citaku menjadi seorang psikolog, dan aku sudah memulainya dengan kisah yang manis bukan? Dan akupun membayangkan namaku beberapa tahun yang akan datang..M.Bintang Fahreza,SPsi !

Susahnya menuntut komitmen

Saya baru tahu, bahwa tidak selamanya komitmen itu mampu mengikat seseorang secara penuh, dan ternyata sangat susah ketika kita ingin menuntut komitmen tersebut agar dibuktikan secara nyata.
Bahkan bagi seorang aktivis dakwah, yang sebenarnya memahami betul apa itu komitmen, tapi terkadang komitmen itu hanya berlaku untuk dirinya sendiri dan orang lain tidak berhak untuk menuntut apapun dari komitmen itu. Akibatnya dia merasa bebas untuk menjalankan atau melanggar komitmen yang sudah ada tersebut tanpa merasa terikat oleh apapun. Dalam hal berorganisasi baik formal maupun non formal yang namanya komitmen itu sangat penting, dimana dari komitmen tersebut kita dapat melihat sebesar apa loyalitas orang-orang yang berada didalamnya. Saya mencoba membandingkan organisasi yang ada dilingkungan kampus saya ayang memang punya perbedaan agak mencolok yaitu organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dengan Rohis kampus, tentu saja ini berdasarkan pengalaman saya sendiri ketika menjalani aktivitas di dua organisasi tersebut. Ketika di BEM, komitmen itu sangat penting agar tujuan dari organisasi BEM itu dapat tercapai dan itu dibuktikan dengan datangnya semua anggota pada saat rapat, pada saat memberikan pendapat dan sebagainya, intinya terikat atau tidak anak-anak BEM memang punya loyalitas tinggi terhadap BEM tanpa perlu dipaksa. Bandingkan dengan keadaan manajemen organisasi Rohis, ketika waktunya syuro’ saja masih ada alasan bagi kadernya untuk tidak menghadiri syuro tersebut sekalipun tidak dalam keadaan yang syar’I, ketika tidak datang pada suatu kegiatan maka para mas’ul harus menguras otak agar si kader kembali aktif di Rohis, intinya terkadang kader-kader di Rohis perlu dimanjakan agar dapat menjalankan amanah yang sudah diberikan. Perbandingan lagi, ketika di BEM jika ada anggota yang melanggar peraturan maka harus diberi sanksi atau dikeluarkan dari BEM, sedangkan jika di Rohis, para mas’ul harus bekerja keras agar dapat mempertahankan kader yang bermasalah.
Pengalaman pribadi saya, saya sampai harus banyak mengurut dada ketika menangani kader-kader Rohis yang “bermasalah”, pada saat awal mereka mengisi lembar biodata selalu ada pertanyaan bagaimana komitmen mereka terhadap Rohis dan rata-rata mereka ingin agar Rohis ini semakin meningkat kinerja dan prestasinya, tapi ternyata komitmen tidak bisa dijadikan sebagai pegangan bahwa mereka akan benar-benar mengaktifkan Rohis dengan baik, dan sayangnya saya tidak bisa berbuat apa-apa, mau menuntut komitmen mereka jangan-jangan mereka malah lari meninggalkan dakwah. Itulah yang sering membuat saya heran dan bingung, kenapa orang-orang yang belum tertarbiyah saja mengerti betul apa itu komitmen dan sebesar apa pentingnya komitmen itu, sedangkan orang-orang yang tertarbiyah masih banyak yang sepertinya merasa tidak perlu terlalu terikat pada sebuah komitmen, tergantung mood-nya saja, kalau merasa sedang bersemangat ya aktif di Rohis tapi kalo sedang bad mood apa mau dikata? Padahal kita yang sudah tertarbiyah seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi yang masih amah kan? Tapi terkadang justru kinerja kita selama ini tidak lebih baik dari mereka yang masih amah, inilah yang kemudian membuat saya mengerti kenapa masih banyak organisasi dakwah itu tidak mengalami peningkatan dalam hal eksistensi dan prestasi jika orang-orang didalamnya saja tidak mau mempunyai sebuah komitmen yang bersifat permanen, padahal sudah mengerti bahwa amanah itu sekecil apapun akan dipertanggungjawabkan, buat apa ketika dalam suatu daurah rekrutmen kita berikrar atas nama Allah untuk memberikan yang terbaik bagi keberlangsungan dakwah jika ternyata ikrar itu dengan mudah kita langgar dan abaikan begitu saja, ikrar yang menjadikan Allah dan RasulNya sebagai saksi saja tidak membuat kita memiliki komitmen yang mengikat dalam membangun dakwah, jika seperti itu masih pantas jika kita menyebut diri kita adalah pejuang-pejuang Allah? para shahabat saja menjadikan bai’at kepada Rasul sebagai sebuah janji yang tidak boleh dilanggar, apalah lagi janji dan komitmen mereka terhadap Allah untuk menegakkan kalimatNya dimuka bumi, dan itulah bentuk komitmen para shahabat sampai akhirnya mereka berhasil membuat Islam menjadi besar, kalo para aktivis dakwah sekarang saja masih susah untuk dituntut komitmennya, lalu kapan kemenangan itu akan diraih? Wallahualam bish shawab

Sebuah jalan hidup

September 2005
Ahh…aku menghela nafas panjang, “akhirnya citra-citaku terwujud lagi” ucapku dalam hati. Alhamdulillah, rasanya ucapan syukur itu belum cukup untuk mengungkapkan terimakasihku pada-Nya atas segala nikmat yang sudah Dia berikan padaku, ya..dulu sewaktu aku baru memasuki TK aku bercita-cita ingin menjadi murid SD, dan itu terwujud, lalu sewaktu di SD aku pun bercita-cita lagi untuk menjadi murid SMP, dan lagi itupun terwujud, di SMP aku masih melanjutkan cita-cita untuk menjadi murid SMA, dan terwujud lagi, sampai akhirnya aku bercita-cia menjadi seorang mahasiswa, itu pun terwujud hari ini. Yup..aku telah lulus SMA dan mengikuti UMPTN di kampus kebanggaan daerah-ku ini, Universitas Lambung Mangkurat!
Dari kejauhan kulihat sosok yang sangat amat kukenal…”Halo my best friend, How R U today? Are U Happy?” tanyanya dengan wajah yang sumringah, tapi yang pasti dia bukan bule loh mentang2 pake bahasa Lady Diana itu. Aku diam sejenak dan kembali tafakur dalam hati, Ya Allah betapa bertumpuk nikmat yang Kau berikan, setelah kelulusanku masuk universitas, sekarang ditambah lagi kenikmatan itu, ya..aku masih didekatkan Allah dengan seseorang yang sangat special dalam hidupku, orang yang begitu kusaang dan kucintai karena Allah, aku biasa memanggilnya dengan nama Andri, eits tunggu dulu, jangan SAHAM alias salah paham dulu, mentang2 namanya Andri, yang terpikirkan dia cowok dan jika kubilang dia orang special pasti deh pikirannya dia pacarku! Wah jangan sampe gitu donk, abis deh nama kerenku sebagai aktivis Rohis di SMA luntur…trus siapa donk???
Oke deh..nama lengkapnya Andriani Nurazkiya, tapi dia lebih suka dipanggil Andri, katanya biar ga’ terlalu feminism coz dia agak tomboy sih, kalo baca nama belakangnya jadi ingat sama salah satu tokoh di Novel Ayat-ayat Cinta karangan Kang Abik. Yup kembali ke sosok Andri!!!
“Hei..ngelamun sih, ga usah segitunya donk kalo terpesona sama aku” ucapnya sembil bergaya bak artis
“ihh..siapa juga yang terpesona sama kamu, orang aku malah dah bosan liat wajah kamu, makanya tiap bulan tuh ganti wajah donk biar aku liat kamu tuh selalu surprise” jawabku lagi sambil menahan tawa
“enak aja, emang mukaku punya mor yang gampang dilepas pake obeng” tawa kami pun lepas seketika. Itulah kami kalo udah ketemu, ga’ bakal habis obrolan, aku dan Andri udah bersahabat sejak duduk di bangku SMP, awalnya kita satu kelompok waktu MOS, trus sama-sama datang terlambat, udah deh kena hokum cabutin rumput sama bersihin sampah,sejak itulah kita banyak obrolin tentang apa saja. Kini..kami kembali bersama kuliah di kampus Unlam tapi beda fakultas, dia memilih kuliah di Kehutanan sedangkan aku di Teknik Sipil. Setelah bercanda agak lama, kami berpisah karena kami harus mengikuti P2B yang diadakan di masing2 fakultas.

Januari 2006
Kuliahku cukup menyita waktu, habis kuliah teori, lanjut lagi praktikum. Sekarang lagi nyiapin buat ujian semester. Saat aku menyiapkan bahan2 kuliah, tiba2 sebuah figura foto jatuh, segera aku memungutnya. Ahh..fotoku dengan Andri waktu perpisahan di SMA, Astagfirullah..aku baru sadar, sudah cukup lama aku tidak bertemu Andri, bahkan waktu lebaran kemarin, aku ikut pulkam ke kota komunitas keluarga Abah, cukup lama setelah itu aku kembali ke rutinitas kuliah, kami hanya berucap lebaran via SMS.
Yah..selain sibuk kuliah aku juga ikut organisasi, melanjutkan “tradisi”ku waktu di sekolah dulu, kembali aku memilih FSI Al Ukhuwah, UKM Rohis di kampus, ditambah dengan menyalurkan bakat politikku di KAMMI, kalo yang terakhir ini, memang dari sejak SMA aku incar, aku suka dengan identitas intelektual mereka, mereka pintar berdebat tentang keislaman dan politik, kalo lagi demo, ga’ pernah anarkis malah begitu indah kulihat barisan mereka yang teratur layaknya sebuah bangunan yang kuat dan kokoh. Kembali ke Andri, yang kutahu dari komunikasi kami via SMS, dia juga jadi aktivis kampus, jadi selain kuliah, dia juga aktif di Mapala, sesuai dengan hobinya yang suka traveling alam sejak SMA. Ahh..Andri, aku sebenarnya berharap suatu hari nanti Allah akan membuka hatimu, kalo ga’ bisa di SMA dulu sejak aku aktif di Rohis, ya dikampus Dia akan memberikan hidayah padamu. Andri juga masih enggan memakai jilbab, alasannya belum siap ditambah karakter tomboynya, apalagi dia sering ikut kegiatan panjat gunung, kalo pake jilbab susah bergerak katanya.

April 2006
Sore ini aku janjian ketemu dengan Andri, di taman dekat kota, tempat kesukaan kami sejak dulu. Jam 5 sore, Andri datang masih dengan tampilan nyentrik-nya. Ahh..agak hitam Andri sekarang, mungkin dia terlalu sering beraktifitas dibawah terik matahari.
“Hai Aisha” sapanya padaku.
“waalaikum salam” jawabku sembari mengingatkan kalo ketemu sesame muslim itu pake salam yang Islami.
“eh iya assalamualaikum..hehe sorry neng, aku lupa.” Jawabnya tersipu.
Pembicaraan pun mengalir, cukup banyak yang kami bicarakan, yah maklum saja hampir setengah tahun kami ga’ selama ini ketemu dikarenakan kesibukan masing-masing. Ditengah obrolan kami, Andri mengatakan kalo dia bakal berpetualang memanjat gunung bersama organisasi Mapala di kampusnya, ga’ tanggung2 , manjatnya di gunung Semeru, gunung yang jadi favorit anak2 pecinta alam, aku jadi membayangkan kisah Soe Hok Gie, seorang aktivis mahasiswa yang tewas saat mendaki gunung Semeru. Andri bilang itu akan jadi pengalaman terindahnya. Aku hanya mengangguk, selain cerita rencana Andri naik gunung, aku juga bercerita tentang aksi yang beberapa hari lalu kulakukan bersama saudara2 seperjuangan di KAMMI, menolak kenaikan harga BBM. Andri yang juga kebetulan seorang yang sangat peduli sosial ikut meramaikan obrolan kami, ngobrol dengan Andri tentang apapun pasti selalu mengasyikkan, dia berusaha menyambung-nymabungkan pembicaraan bahkan kalo aku bercerita tentang aktivitas di Rohis. Tak terasa adzan Maghrib berkumandang, aku baru ingat ni kan hari Sabtu, lalu kuajak Andri untuk nginap dirumahku, kebetulan hari sabtu yang biasanya kuisi dengan keiatan Mabit rutin pekan ini ditiadakan, Andri pun dengan riang memenuhi ajakanku.
***
Tengah malam seperti biasa aku bangun untuk memnuhi undangan Allah, tahajud ditambah dengan muhasabah, kebetulan Andri nginap, kucoba untuk membangunkannya dan mengajaknya ikut serta berwisata spiritual denganku. Dengan kondisi antara sadar dan tidak sadar, Andri beranjak dari tempat tidur untuk mengambil air wudhu. Dia sudah paham kalo udah nginap dirumahku, maka siap2lah tidur kurang dari 4 jam karna pasti aku akan mengkorupsi waktu tidur normalnya untuk berwisata bersama Allah. Selesai tahajud 8 rakaat ditambah witir 3 rakaat, kami pun bermuhasabah dengan masih aku yang ngisi muhasabah itu. Aku ambil al qur’an terjemahanku dan mencari ayat2 tentang kekuasaan Allah, tentang penciptaan alam semesta, langit, bumi, gunung, lembah dan lainnya, sengaja aku pilih ayat2 itu sebagai bekal buat Andri. Menjelang adzan subuh akupun menyelesaikan muhasabah dan bersiap untuk sholat subuh berjamaah.

Juni 2006
Entah kenapa hari ini perasaanku tidak enak, biasanya kalo sudah ga’ enak gini pasti sedang terjadi sesuatu terhadap seseorang yang sangat dekat denganku. Segera ku SMS teman2 Rohis kampusku, sekedar tahu bagaimana keadaan mereka tapi ternyata mereka semua baik2 saja. Tiba2 aku teringat Andri, ya..3 hari yang lalu dia pamit untuk berangkat menuju gunung Semeru, ya Allah apa telah terjadi sesuatu padanya? Segera ku SMS Andri menanyakan kabarnya, tidak ada jawaban sampai akhirnya beberapa jam kutunggu tidak dibalas, ku telpon ke no Andri berharap semoga dia mengangkat telpon dariku, namun nihil, yang sering menjawab telponku adalah mailbox ala Andri. Aku segera berdoa dalam hati dan berharap semoga Andri baik2 saja disana.
Ba’da maghrib telpon dirumahku berdering, segera kuangkat dan ternyata itu dari mamanya Andri, tiba2 saja perasaanku yang tadi siang berkecamuk lagi dan benar saja, sambil menahan tangis, mamanya Andri bilang kalo Andri tiba2 saja pingsan saat berada dipuncak gunung Semeru, teman2 disana tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi, awalnya mereka pikir Andri Cuma kelelahan namun setelah dicoba disadarkan dengan alcohol dia tetap belum sadarkan diri. Kemudian teman2nya segera mencari bantuan dan melarikan Andri ke Rumah Sakit terdekat, hingga saat ini kondisinya masih belum stabil. Aku syok mendengar kabar itu, mamanya Andri akan segera menyusul Andri di Jaw a sana, aku pun menyatakan ikut serta untuk mendampingi Andri. Malam ini juga kami berangkat dengan menggunakan pesawat menuju Surabaya.
Sampai dirumah sakit, aku dan mama Andri langsung menuju ruang UGD, disana teman2 Mapala-nya masih menunggui Andri. Sembari menenangkan mama Andri, aku melongok melalui kaca pintu masuk ruang dimana Andri dirawat, ahh..Andri apa yang sekarang sedang kamu lakukan dibawah alam sadarmu, ya Allah selamatkan Andri, berikan dia kesempatan lagi, jika apa yang kini terjadi padanya merupakan pelajaran dariMu maka berikan dia kesempatan untuk lebih memahamiMu ya Rabb..doaku dalam hati.
***
Agustus 2007, di acara Welcome To Campus
Tahun ini kampus Unlam semakin ramai, mahasiswanya bakal tambah banyak, ini juga dikarenakan banyaknya fakultas2 baru yang dibuka. Aku melihat sekelilingku, adik2 di Rohis dan KAMMI sedang “gerilya” mencari calon2 pemegang estafet dakwah, namun kali ini ada pemandangan yang berbeda, ya…diantara mereka ada sosok yang begitu kurindukan, dialah Andri. Setelah sempat koma selama hampir 3 bulan tanpa para dokter tahu sakit apa yang sebenarnya diderita Andri, berbagai diagnosa dikeluarkan tapi tetap saja analisa para dokter tidak ada yang tepat, hanya Allah yang tahu apa yang terjadi dengan Andri. Tak lama setelah Andri sadar, dia pun bercerita bahwa pada saat dirinya berada dipuncak gunung, dia seolah mendengar ada orang yang mengaji, suaranya merdu sekali, anehnya ayat2 yang dilantunkan orang tersebut hampir sama dengan ayat2 yang dulu pernah kubacakan saat kami muhasabah, dan keanehan lain, Andri seolah melihat gunung tempatnya berpijak bergeser sedikit demi sedikit dan seolah terguncang, hingga akhirnya Andri pingsan. Dan berselang lama setelah dia sembuh, dia masih belum jera menaiki gunung, namun kali ini setiap kali naik gunung, tak lupa ditangan kanannya tertenteng sebuah Al qur’an terjemahan, Andri mulai mencari jati dirinya dan menikmati segala bentuk kekuasaan Allah di alam semesta hingga akhirnya hatinya terbuka dan dia mulai akrab dengan teman2 Rohis di kampusnya, juga menyalukan jiwa sosialnya ke KAMMI, hingga kini Andri merupakan asset besar anak2 Dept Sosmas di KAMMI, melalui Andri, DSM mulai banyak memiliki jaringan para pengusaha yang bersedia menjadi donator tetap untuk kegiatan sosial, bahkan Insya Allah, KAMMI akan segera memiliki sebuah rumah singgah untuk anak2 jalanan sebagai pusat pembinaan. Ya Allah..sungguh indah scenario yang Kau berikan ke Andri, dia harus melalui jalan yang berliku dulu hingga akhirnya hatinya terbuka untuk lebih mengenal dan mencintaiMu…

Jangan berhenti menjagaku Ri...

Seorang kakak tentu punya kewajiban untuk melindungi adiknya, apalagi kalo adiknya perempuan dan itu hal biasa bukan? Tapi kalo ternyata selama ini yang menjadi pelindung justru sang adik apalagi perempuan, bagaimana menurut kalian?
Ini adalah ceritaku, namaku Azis, lengkapnya Muhammad Azis Putra Perdana, cukup panjang untuk nama seorang laki-laki, aku juga punya adik yang sangat kusayang namanya Rianti, lengkapnya Annisa Rianti Putri, sayang sedikit lagi namanya mirip dengan salah satu artis yang namanya melambung karena menjadi tokoh Aisha dalam cerita “Ayat-ayat Cinta”..he..he..

Aku dan adikku hanya berselisih umur 2 tahun, adikku itu terlahir sebagai sosok gadis yang sangat tomboy, dia sangat ahli menaiki pohon, aku rasa kalo ada tarzan disini pasti kalah dengan cara adikku menaiki dahan demi dahan sebuah pohon, aku saja yang seorang laki-laki hanya bisa bertahan di dahan 2-3 dari pohon yang sering menjadi tongkrongan adikku itu, aku biasa memanggilnya Ri,
“ Ah Bang Azis payah, masa ga sampai puncak sih naik pohonnya, ini tuh Cuma pohon ukuran kecil Bang” Ri meledekku sambil mulutnya sibuk memakan rambutan yang dengan mudah dipetiknya dari atas pohon rambutan kami.
“Ngapain juga aku capek-capek naik sampai ke atas sana, kan udah ada kamu yang siap berbagi kenikmatan rambutan itu, iya kan” jawabku berdalih
“huh…” Ri menyorakiku sambil tangannya melempari beberapa butir rambutan, dan perdebatan seperti itu akan selalu berakhir dengan tawa lepas kami atau sedikit benjolan di kepalaku akibat lemparan “granat” rambutannya.
Selain tomboy, Ri juga selalu stand by untuk menjadi bodyguard-ku, sejak kecil Ri sudah aktif latihan karate, meski untuk itu dia harus mengeluarkan ribuan jurus untuk menaklukkan hati papa dan terlebih mama yang tidak suka dengan kekerasan apalagi melihat putrid kesayangannya harus menjadi tokoh kekerasan itu, tapi yah dasar Ri, toh akhirnya papa dan mama kalah KO akibat jurus andalan Ri..mogok makan! Padahal sih ga mogok makan beneran, karena yang aku tau Ri harus sudah disediakan makan tiap 5 jam sehari, kalo tidak maka bersiaplah melihat dapur ala Ri..dan yang pelru diketahui, pada saat Ri mengumumkan acara mogok makan, dikamarnya sudah disiapkan gudang penyimpanan makanan dan itu hanya aku yang tahu. Karena itu juga, Ri mengikrarkan diri tanpa diminta sebagai pelindungku, makanya sejak SD sampai SMA Ri selalu memaksa agar satu sekolah denganku, dengan begitu dia bisa leluasa untuk menjagaku, aku sih awalnya biasa saja, meski ada saja ledekan kecil dari teman-temanku yang mengatakan aku anak yang penakut, masa malah adiknya yang jadi bodyguard, tapi lama-lama aku risih juga apalagi Ri tidak pernah membiarkan aku pergi sendirian meskipun dengan teman-temanku, pernah aku pergi diam-diam tanpa sepengetahuan Ri, tapi entahlah seolah Ri punya indera keenam yang selalu siap memantau kemana pun aku pergi, ujung-ujungnya malah Ri yang mengomeliku habis-habisan, nah aneh kan? Sejak Ri mulai aktif di Rohis sekolah sewaktu dia sudah kelas 3 SMA dan aku masuk kuliah, kupikir Ri akan mulai mengubah sikap menjadi lebih feminim dan mengurangi overprotective-nya padaku, tapi coba tebak apakah pemikiranku benar?? Ternyata tidak, Ri memang mulai membenahi penampilannya, baju kecil dan celana rombeng sudah mulai dievakuasi, sekarang dilemarinya sudah penuh dengan pakaian longgar dan mencerminkan dirinya sebagai seorang muslimah sejati secara fisik, tapi sikapnya padaku tetap tidak berubah sedikitpun, dia masih sering mengawalku kemanapun aku pergi, bahkan dia memilih universitas yang sama denganku ketika menyelesaikan SMA-nya tapi beda fakultas, aku kuliah di kedokteran sedangkan Ri di fakultas teknik yang tentu saja kebanyakan komunitas Adam didalamnya.
Aku tidak pernah tahu sampai kpan Ri akan bersikap seperti ini padaku, jangan-jangan nanti ketika aku sudah menikah, Ri akan bersaing dengan istriku…tiba-tiba tinggal bersamaku..dan aduh jangan sampai itu kejadian ya Tuhan..harapku dalam hati. Ri sering mendatangiku di kampus kalo dia sedang tidak ada jadwal kuliah, ada-ada saja alasannya, mau ketemu sama sapa tuh namanya..kawat ya, sebutan untuk gadis muslimah di Rohis, oh iya maksudku akhwat…aku baru ingat he..he..atau sekedar lihat-lihat madding, coba emang ada hubungannya ya madding kedokteran sama masing teknik?? Ri pernah memergoki aku ketika tengah berkumpul bersama teman-teman, diantara mereka ada juga teman-teman cewek, ditengah asyik bercanda, tiba-tiba salah satu teman cewekku itu mau memukulku dengan tangannya dengan maksud vercanda tentu saja, tapi tiba-tiba tangannya ditahan oleh seseorang, coba tebak siapa..ternyata Ri, tentu saja temanku itu kaget bukan kepalang, sambil menepiskan tangan temanku itu Ri berkata
“ kalian itu bukan muhrim tau…jadi tangan mba itu ga’ boleh nyentuh tangan Bang Azis, dosa tau..” teman-temanku secara refleks langsung diam tanpa berkata apa-apa, apalagi teman yang tadinya mau memukulku tadi. Sejak saat itu, teman-teman cewekku tidak ada yang berani mendekati, kecuali untuk alasan belajar, aku jadi risih lagi tiap kali berkumpul dengan teman-temanku. Pernah aku coba memberanikan diri menegur adikku itu, bukannya aku takut tapi lebih hati-hati, bisa fatal jadinya kalo adikku itu merasa tidak enak dengan teguranku,
“Ri..sampai kapan sih kamu bersikap seperti ini sama Abang, lama-lama Abang ga enak hati Ri” kataku dengan intonasi dan bahasa sehalus mungkin
“bersikap seperti apa maksud Abang” Tanya Ri, aduh ini anak pura-pura ga tahu apa memang ga tahu sih, batinku dalam hati
“sikap kamu yang kaya bodyguard itu Ri, kamu pikir Abang ga bisa menjaga diri sendiri?” kataku lagi
Ri memandangiku agak lama, oh my God, jangan perlihatkan pandangan seperti itu lagi adikku saying, aku tidak tahan…
“Bang, Ri itu sayang sama Bang Azis, Ri tahu Bang Azis itu ga’ lemah, tapi Ri merasa punya kewajiban untuk melindungi Abang” Ri mulai terlihat serius
“ melindungi dari apa Ri” tanyaku lagi, terkadang jawaban Ri tiap kali aku bertanya rasanya melebihi kdewasaanku sendiri
“ Bang Azis belum menemukan jati diri Abang yang sebenarnya, dan Ri akan selalu berada di dekat Bang Azis sampai Abang menemukannya, Ri ga’ mau Abang menemukan jati diri yang salah”, aku terdiam sejenak, jati diri apa yang dimaksud oleh Ri ?
Seolah mengerti kebingunganku, Ri berkata lagi
“ Bang Azis belum menemukan jati diri Abang sebagai seorang muslim, meskipun Bang Azis tidak pernah ketinggalan sholat atau kewajiban lain, itu belum menunjukkan jati diri Bang Azis yang sebenarnya” Jelas Ri lagi, Tuhan..beri aku petunjukMu untuk menghadapi Ri
‘ Intinya, Ri berharap Bang Azis bisa seperti Ri, berkumpul dengan orang-orang yang senantiasa memberi manfaat bagi yang lain, itulah potret muslim sejati Bang” tambah Ri
“Maksud kamu, aku harus bergabung dengan komunitas kamu itu, bersikap sok malaikat dan menganggap orang-orang diluar mereka itu salah semua” sahutku setelah mengerti jati diri yang dimaksud Ri
“Bang, apa selama ini Bang Azis melihat Ri seperti sosok malaikat? Apa selama ini Ri seperti apa yang Bang Azis pikirkan? Kalo iya, menurut Abang, kenapa sampai sekarang Ri masih bersikap sama sebelum Ri akhirnya hijrah kepada Bang Azis? Bang Azis salah menilai komunitas Ri seperti itu, menurut Bang Azis, apakah kami yang selalu menjalankan perintah agama itu salah?” Ri tambah serius menjelaskan.
“ Ri…Bang Azis tidak pernah menyalahkan keputusan kamu menjadi seorang muslimah sejati, tapi yang Bang Azis harapkan, coba kamu pikir lagi, apa pantas seorang muslim itu berkata kasar kepada orang lain?apalagi muslimah seperti kamu, teman-teman Bang Azis yang cewek bahkan takut kalo harus datang kerumah kita karena sikap kamu itu, Bang Azis hargai perhatian kamu, tapi Bang Azis harap cobalah untuk sedikit bersikap lunak dalam menegur orang” kataku dengan lembut. Kami sama-sama terdiam dan Ri sepertinya mulai mengerti maksudku.
“Ri akan coba Bang, syukron atas teguran Abang, tapi Ri ga’ akan berhanti jagain Bang Azis sampai Abang diberikan hidayah oleh Allah untuk mejadi ikhwan!” Ri menegaskan padaku, ah..lagi-lagi seperti itu, kupikir ending-nya tadi Ri tdak akan “mengganggu” hidupku lagi dengan sikap over-nya tu. Aku bukan tidak mau mencoba menjalankan apa yang dikatakan Ri tentang komunitasnya itu, aku juga punya teman-teman yang aktif di Rohis kampus, ga’ terlalu akrab ih, itu juga karena mereka cukup mengenal adikku Ri, ya iyalah di kalangan laki-laki Rohis atau panggilannya ikhwan, siapa yang tidak kenal dengan muslimah yang paling galak tapi menyenangkan seperti Ri? Salah satunya Budi, dia seangkatan denganku, dia juga yang paling sering mengajakku mengikuti kajian-kajian keislaman, tapi berhubung aku juga sibuk dengan urusan yang lain, hanya beberapa kali aku ikut, itupun tidak sampai selesai. Aku merasa masih belum klop dengan Rohis dikampusku itu, melihat mereka dengan jenggot tipis dan jilbab lebar, masih terlihat aneh olehku meskipun aku sering melihat keanehan itu pada Ri, tapi aku juga mencoba mendapatkan sesuatu yang bisa membuat aku tertarik bergabung dengan mereka, bukan hanya karena “intimidasi” dari Ri, entahlah aku juga tidak tahu, mungkin suatu saat aku bisa mendapatkan itu dan merasakan kebahagiaan seperti yang selama ini dirasakan oleh Ri.
***
Aku masih melihat Ri tertidur lelap di ranjang putih itu, entah mimpi apa yang sedang mengiringi tidurnya sampai Ri tidak mau mimpinya itu berhenti dan membangunkannya dari tidurnya. Ini sudah 3 bulan sejak Ri menutup matanya yang indah itu dan sedikitpun belum ada tanda-tanda akan membukanya, ya…Ri sedang mengalami koma sejak kejadian kecelakaan dimana saat itu Ri dan teman-teman Rohis-nya mengadakan perjalanan wisata atau rihlah kata Ri ke daerah pegunungan sambil tafakur alam, ada dua bus, bus yang satu ditumpangi oleh kelompok muslimah, sedang bus satunya untuk laki-laki, Ri ditunjuk sebagai penanggungjawab kelompok akhwat itu, tapi ditengah perjalanan, bus yang ditumpangi Ri mengalami rem yang blong ditengah jalanan yang sedang licin karena diguyur hujan, akibatnya bus yang melaju cukup kencang tidak bisa dikendalikan kecepatannya dan akhirnya terbalik ! tidak ada korban tewas saat itu, semuanya selamat dan hanya sebagian kecil yang mengalami luka-luka, tapi Ri adalah korban yang paling parah, Ri yang duduk di depan bersama sopir bus terkena pecahan kaca dan mengalami benturan kepala yang sangat keras, itu menurut dokter yang akhirnya meyebabkan Ri mengalami kejang otak dan mengakibatkan koma yang sepertinya akan berlangsung cukup lama. Bukan hanya papa dan mama yang shock, aku merasa yang paling terpukul dengan kejadian ini, sebelum Ri berangkat, tidak seperti bisanya dia memelukku erat sekali saat aku mengantarnya menuju bus, aku menanggapinya biasa saja, sambil terus memelukku Ri berkata
“Bang Azis, Ri tidak pernah berhenti berdo’a agar Allah segera membuat Abang menemukan jati diri Abang yang sebenarnya, Ri pengen sebelum Ri mati, Ri sudah melihat Abang dengan jenggot yang tipis sambil menundukkan pandangan, Ri juga pengen suatu hari nanti Bang Azis dan Ri fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan) ketika tilawah, sholat malam dan ibadah yang lain, Ri bosan melakukan itu sendirian terus” desah Ri, aku merasa kemejaku basah, dan ketika Ri melepas pelukannya matanya sudah penuh dengan linangan air mata, aku tidak pernah melihat Ri menangis seperi ini sebelumnya, tapi bodohnya aku masih menganggapnya biasa dan bukan sebagai firasat bahwa akan terjadi sesuatu padanya.
Sejak kecelakaan itulah, aku mulai memaksakan hatiku untuk segera mencari sesuatu yang bisa membuatku seperti Ri, dengan bimbingan dari Budi dan ikhwan lainnya, aku akhirnya mendapat pencerahan, kini aku sudah mengaktifkan diriku di Rohis, agak terlambat memang karena aku sudah berada di tingkat akhir kuliah, tapi seperti kata Ri dan yang lain, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Dan memang, akhirnya aku bisa merasakan apa yang selama ini dirasakan oleh Ri ketika dia memilih komunitasnya dulu, kebahagiaan dan ketenangan, memiliki banyak saudara yang selalu siap mendampingi kita saat senang dan susah, Ri…aku sudah menemukan jati diriku dan cepatlah hentikan mimpi indahmu itu agar kau terbangun, lihatlah di bawah daguku sekarang tumbuh jenggot tipis, aku pun sudah siap untuk fastabiqul khairat denganmu Ri..ayo bangun!! Tapi sampai kini Ri masih belum mau membuka matanya, ak rindu pandangan matamu Ri, yang teduh dan tidak pernah bisa membuatku berkutik saat berdebat denganmu. Ketika merasa lelah, tanpa sadar aku tertidur disamping Ri setelah membacakan beberapa lembar Alqur’an untuk Ri, dia pasti belum tahu betapa merdunya suaraku ini ketika bertilawah.
Samara-samar aku merasa berada ditempat yang sangat indah, tapi penuh dengan kabut dan membuat pandanganku tidak terlalu jelas, seketika aku melihat ada sosok wanita di depanku, aku hanya bisa melihat bagian punggungnya tapi tidak bisa melihat wajahnya ddengan jelas, astagfirullah..aku baru sadar bukankah aku tidak boleh melihat seseorang yang bukan muhrimku? Segera aku menundukkan pandangan dan mencoba agak mendekat pada wanita itu, setelah agak dekat aku mencoba menyapanya dengan salam
“Assalamualaikum…maaf saya ingin tanya, ini tempat apa? Dan anda siapa?”tanyaku dengan hati-hati sambil terus menundukkan pandangan
“Bang Azis ga kenal aku? Jangan melihatku dengan kepada tertunduk itu Bang”, aku seperti mengenal suaranya..
Aku pun mendongakkan kepala dan memastikan bahwa yang didepanku ini adalah Ri adikku…dan benar, ia adalah Ri, Ri tampak cantik sekali dengan pakaian putihnya seperti bidadari yang sering kulihat di cerita-cerita film
Ri tersenyum padaku, manis sekali..senyum yang sudah sangat kurindukan, aku segera memeluk Ri,
“Ayo Ri, kita pulang, semua orang sudah menunggu kamu, coba kamu lihat aku sekarang, aku sudah punya jenggot Ri, aku siap kau tantang untuk tilawah yang banyak dan sholat malam Ri, kali ini kau yang akan kalah denganku” kataku pada Ri dengan penuh semangat
Ri melepas pelukanku, masih dengan senyuman dan tatapan matanya itu Ri berkata
“Bang Azis, aku merasa sudah menyelesaikan tugasku sekarang, Ri ga’ perlu menjadi bodyguard Bang Azis lagi, karena Bang Azis sudah bisa menjaga diri sendiri, Ri bahagia melihat Bang Azis sekarang, jadi biarkan Ri sendiri yang akan memilih jalan Ri berikutnya”, aku masih tak mengerti apa yang diucapkan Ri
“apa maksud kamu Ri, aku masih butuh kamu, aku tidak akan pernah bosan lagi tiap kamu menjaga Abang, kamu pikir apa yang sekarang Abang punya sehingga Abang ga’ butuh kamu lagi?”
“Allah sudah memberikan kekuatan lain untuk Bang Azis, yang jauh lebih kuat dari apa yang selama ini Ri kasih buat Abang, yaitu iman dan kecintaan Bang Azis terhadap Islam dan Allah, itulah yang Insya Allah akan menggantikan tugas Ri untuk menjaga Abang, Abang harus ingat, meskipun ga’ ada Ri, Ri akan tetap ada dihati Abang dan orang-orang yang mencintai Ri selama ini, Ri mencintai kalian semua karena Allah”
Tiba-tiba setelah mengatakan itu, kabut semakin tebal dan aku tidak bisa lagi melihat sosok Ri dengan jelas, aku terus memanggil namanya tapi tak ada yang menyahut, aku terus berjalan berharap akan menemukan Ri tapi tetap tidak bisa, dan semakin lama kabut itu semakin tebal dan aku merasa terjatuh dalam sebuah kurang yang besar dan..tidaaaak!
“Azis…bangun nak” samar-samar aku mendengar suara mama yang lembut, saat kubukan mata, aku mencoba mengumpulkan kesadaran dan aku masih berada di rumah sakit, disampingku Ri masih tertidur dan sepertinya rapat sekali menutup matanya. Tapi ada apa ini? kenapa semua orang berkumpul dikamar ini, mama dan papa, dokter serta perawat juga teman-teman rohisku dan Ri, ada apa ini? sekali lagi aku bertanya pada semua orang, tapi mereka hanya diam, kulihat Ri masih tertidur pulas, aku melihat sekelilingku sampai pandanganku tertuju pada sebuah monitor yang kabel-kabelnya terhubung dengan tubuh Ri, monitor itu memperlihatkan sebuah garis yang lurus dan terus lurus, monitor itulah yang akan menentukan kehidupan semua orang yang terhubung dengannya, jika garis disana terlihat bergelombang maka orang tersebut masih memiliki kehidupan, tapi jika hanya ada garis lurus, itu tandanya kehidupan orang tersebut telah mencapai akhir, dan Ri…monitor itu terus menunjukkan garis lurus dan itu artinya Ri sudah……..tidak..aku mencoba menggapai monitor itu sambil memeriksa kabel-kabelnya kalau-kalau monitor itu rusak, tidak aku belum mau kehilangan Ri, mungkin karena kasihan melihatku yang terlihat “sibuk”, Budi segera meraih dan menenangkanku, sambil terus membujukku untuk beristighfar, dari bibirnya pun terdengar zikir dan istigfar untukku,
“Sudah Zis, istigfar, adikmu sudah menghadap Rabb-nya dengan tenang, kamu harus bisa menerima semua ini” bujuk Budi
“Ga’ Bud, aku baru saja bertemu Ri dan dia baik-baik saja, aku masih merasakan pelukannya Bud, Ri tidak boleh pergi dulu” aku terus berteriak memanggil Ri, Budi lalu menyeretku keluar kamar agar jenazah Ri segera diurus.
“ Itu berarri Ri sudah bahagia Zis, ikhlaskanlah, jangan bersikap berlebihan seperti ini, Allah tidak suka segala sesuatu yang berlebihan, jangan biarkan syaitan dan hawa nafsu menguasai kamu Zis, ayolah ane yakin antum akan kuat menghadapi ini semua, antum tau dengan meratap seperti ini adik antum akan mengalami kesulitan di alam barzah sana Zis” Budi terus berusaha menenangkanku. Sejenak aku akhirnya bisa tenang dan segera beristighfar, Budi masih memberikan taujihnya padaku, ah..akhi andai aku masih seperti dulu entah apa yang akan terjadi padaku sekarang ketika harus menghadapi cobaan seperti ini, Ri benar, orang-orang seperti Budi-lah yang mampu menjadi penyangga ketika kita sangat rapuh. Ketika aku sudah mulai tenang dan menguasai diri, aku segera mengajak Budi untuk mengurusi jenazah Ri, adikku yang paling kusayangi itu, kulihat mama tak berhenti menangis, segera kupeluk mama dan menenangkannya, sama seperti ketika Budi menenangkanku tadi. Selamat tinggal Ri...adikku sayang.
Setahun kemudian
Aku berjalan menyusuri komplek yang dipenuhi dengan gundukan tanah-tanah bernisan, beberapa meter kemudian langkahku terhenti pada sebuah gundukan tanah yang ditanjaki batu nisan bertuliskan Annisa Rianti Putri, hari ini tepat milad-nya Ri atau hari lahirnya Ri yang ke-22 tahun, sejenak aku mulai memanjatkan doa untuknya meski sejak kematiannya aku tak pernah lupa berdoa untuk adikku itu baik sholat wajib terlebih saat sholat malam.
“Ri…apa kabar, kamu curang Ri, kamu sudah menikmati surgamu di alam sana lebih dulu, mungkin Allah sekarang menjadikanmu sebagai salah satu bidadari penghuni surgaNya yang paling tinggi, ngomong-ngomong apakah Allah sudah memberikanmu seorang mujahid Ri? Seseorang yang sangat kamu rindukan kedatangannya dulu, seseorang yang akan menempati salah satu singgana dihatimu setelah Allah dan RasulNya, papa mama, aku dan saudaramu yang lain, orang yang akan menjadi tempatmu berbakti seperti para istri Rasulullah, semoga Allah sudah memberikannya untukmu Ri” airmataku tak kuasa kutahan, Ri paling kesal jika melihatku menangis, masa Abangnya Ri cengeng, katanya suatu hari.
“Abang punya dua kabar gembira Ri, mau tau? Pertama, abangmu ini sudah sah menjadi dokter Ri, papa dan mama begitu bahagia melihatku diwisuda, tapi sewaktu berfoto, aku merasa hampa karena tidak ada fotomu disana Ri, tapi Abangmu ini ga’ kehabisan akal, aku sudah membuat manipulasi foto sehingga di foto sarjanaku, keluarga kita lengkap. Yang kedua, minggu depan Insya Allah abang akan sah menjadi suami Ri, akhirnya abang sudah menemukan mutiara yang sangat indah, seperti katamu dulu, dia cantik, sholehah dan cukup punya mobilitas dakwah yang tinggi, sama seperti kamu Ri, Insya Allah dia yang akan menjaga hatiku, menggantikan tugasmu Ri, jangan iri ya! “ aku mencoba mengingat obrolanku dengan Ri suatu hari tentang cinta, Ri selalu mewanti-wanti aku agar jangan pernah pacaran,
“pokoknya Ri ga’ mau Abang pacaran, tapi langsung nikah aja, aku mau orang yang abang cintai harus bisa menjaga hati Abang, dan aku mau suatu hari nanti yang mendampingi abang haruslah seperti mutiara yang sangat..sangat mahal, belum pernah disentuh sama siapapun, harus original, maka mutiara seperti itu yang akan membuat abang bahagia selamanya, dunia akhirat” kata Ri dengan penuh semangat saat kuperlihatkan sepucuk surat warna merah jambu dari seorang adik tingkat dikampusku, saat itu aku hanya tertawa menanggapinya, meski cukup banyak gadis yang menyukaiku, belum ada yang bisa menaklukkan hatiku kecuali dia bisa menaklukkan hati Ri. Bagiku, kebahagiaanku harus pula menjadi kebahagiaan Ri.
Setelah cukup lama aku bercerita melepaskan kerinduanku pada Ri, aku segera beranjak dan meninggalkan tempat jasad Ri terbaring selamanya,
“Abang yakin Ri, kamu masih setia menjaga abang saat ini meski melalui dimensi yang berbeda” kataku mengakhiri “pertemuan”ku dengan Ri untuk hari ini
Ya Allah tidak ada karuniaMu yang terindah selain Kau berikan aku seorang Ri, adik yang seharusnya akulah yang menjaga dan melindunginya, bukan sebaliknya, Ri yang selalu sabar membimbingku menemukan jati diri, padahal seharusnya aku yang membimbingnya, ya Rabb.. berikan tempatMu yang terbaik untuk Ri, seorang bodyguard sekaligus adikku yang teramat kucintai

(semoga abangku akan seperti Bang Azis….Amin…)

Rabu, 28 Januari 2009

Barack Obama : Change and The Inspiration

Barack Husein Obama sang pemenang pemilu Presiden AS pada November 2008 kemarin akhirnya resmi dilantik menjadi Presiden AS ke-44 20 Januari 2009 kemarin.
Obama yang sejak masa kampanye identik dengan slogan “CHANGE” berhasil memukau seluruh rakyat di penjuru dunia, tentu saja karena ada keunikan tersendiri dari seorang Obama yakni kulitnya yang hitam karena memang Obama adalah seorang keturunan Afrika.

Keberhasilan Obama juga telah menjadi sumber inspirasi baru terutama bagi kaum atau komunitas minoritas dunia seperti bangsa kulit hitam yang selama ini tidak sepenuhnya mendapatkan hak sebagai warga Negara di negeri yang dihuni oleh bangsa kulit putih. Selain kulit hitam Obama juga seolah menjadi manusia pelangi dunia karena selain ras yang berbeda dari pemimpin AS terdahulu. Latar belakang keluarga Obama juga sangat menarik yakni ayah kandungnya yang seorang muslim juga ibunya yang pernah menikah dengan warga Indonesia. Keberagaman inilah yang kemudian dianggap membentuk kepribadian Obama yang mampu berpikir kritis dan cerdas juga memupuk semangat dan kepercayaan dirinya untuk terus melangkah maju ke depan. Obama belajar dari bagaimana kehidupan kaum minoritas bangsa kulit hitam, kehidupan muslim dari ayahnya sampai dengan citra yang dilihat oleh Obama sewaktu tinggal di Indonesia : KEMISKINAN yang akhirnya membuatnya berpikir bahwa semua permasalahan yang ada tidak akan bisa terselesaikan kecuali dengan sebuah PERUBAHAN.
Entah darimana Obama bisa membuat sebuah kesimpulan seperti itu, mungkin saja dari berbagai pengalaman yang didapat dari hegemoni kehidupannya, dan bagi seorang muslim jika kita cermati sebenarnya penyelesaian suatu masalah dengan perubahan juga terdapat dalam etika Islam seperti tercantum dalam ayat Alqur’an (QS Ar-Ra’d 11) yang artinya “sesungguhnya Allah tidak akan MENGUBAH nasib suatu kaum hingga kaum itu yang MERUBAH nasibnya sendiri” , nah..jadi dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa tema perubahan untuk memperbaiki suatu kondisi baik perorangan maupun kelompok atau kebangsaan, bukan pertama kali lahir dari seorang Obama, tapi sudah ada sejak zaman dulu kala…hanya saja para pemimpin terutama muslim yang memegang tampuk kekuasaan mungkin tidak sempat membuka kitab sucinya sehingga masalah-masalah kerakyatannya diselesaikan dengan cara-cara yang kapitalis.
Namun meski demikian keberhasilan langkah Obama menuju Gedung Putih tetap menjadi sumber inspirasi yang luar biasa, Obama juga telah membuka mata kita semua dan mampu membuktikan bahwa sesuatu yang tidak mungkin itu pasti akan mungkin sekalipun tidak ada yang mendukung apa yang kita lakukan, tapi selama kita yakin bahwa apa yang kita lakukan itu benar maka rintangan dan cobaan tidak boleh mengalahkan semangat kita.

Jadi Pengusaha aja ah!

Habis lulus kuliah mau ngapain ya? Sebuah pertanyaan yang mengandung beban cukup berat bagi yang baru wisuda jadi sarjana, ada banyak pilihan sih..mau cari kerja, mau langsung nikah atau nunggu nasib aja alias nganggur.
Desember 2008 lalu ramai sekali dengan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) serentak di seluruh Indonesia, tak ketinggalan keluarga yang baru lulus dan yang sudah lama lulus kuliah antusias sekali untuk mendaftarkan diri dan bersaing dengan ribuan pendaftar yang lain, begitu pun dengan teman-teman saya yang fresh graduate dari kampusnya. Saya dulu juga pernah mendaftar menjadi PNS tapi waktu itu masih lulusan SMA dan itupun hasil “lobi” dari orang tua saya yang menginginkan agar anak-anaknya sukses menjadi PNS..saya sih agak terpaksa mengikutinya, bergerombol untuk mendapatkan nomor ujian sangat tidak mengenakkan buat saya, tapi demi sekedar menyenangkan hati orangtua akhirnya saya pasrah saja. Setelah mengikuti tes masuk, saya dinyatakan tidak lulus menjadi PNS dan saat itu tidak ada reaksi yang menyedihkan dari saya karena memang saya tidak sepenuh hati mengikuti CPNS ini apalagi saya masih berkeinginan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi formal.
Kembali pada cerita kerabat-kerabat saya, akhir Januari 2009 ini akan diumumkan siapa saja yang berhasil sukses menapaki hidup menjadi PNS, yang berhasil akhirnya bisa hidup tenang tanpa harus berpikir lagi kemana akan bekerja, namun bagi yang tidak berhasil ya…Kacian Deh Loo!!
Sebenarnya bukan maksud saya meremehkan pekerjaan sebagai PNS, bekerja sebagai PNS memang sangat menjanjikan bahkan pada saatnya pensiun kita akan tetap terima gaji kan? Artinya hidup kita sudah terjamin tinggal menikmati masa tua saja lagi. Tapi bagi saya pribadi, menjadi PNS bukan sebuah pekerjaan yang terlalu menyenangkan bahkan terkesan monoton karena rutinitas kerja yang dijalani tiap hari hampir selalu sama, dan sepertinya tidak ada ruang untuk berinovasi dan berkreasi disana sekedar menghilangkan rasa jenuh. Dan bagi saya, tidak adanya ruang untuk berkreasi itu sangat menyiksa sekali, tetapi jika kita bekerja di sebuah kantor swasta atau bahkan menjadi pengusaha sendiri, kita bebas untuk mengasah pemikiran dan melahirkan ide-ide yang inovatif untuk mengembangkan usaha bahkan sampai melahirkan ide-ide konyol sekalipun, kalo jadi PNS..saya tidak pernah melihat itu…hampir tidak ada dalam rencana hidup saya ke depan setelah selesai menjalani pendidikan di perguruan tinggi, hal utama yang saya pikirkan sekrang adalah saya mau menjadi apa dulu nantinya? Melihat potensi saya yang cukup bagus sebagai penulis (maaf..agak narsis) punya peluang cukup besar untuk menjadi penulis professional yang komitmen menghasilkan karya-karya besar, atau mau coba-coba merintis karir menjadi jurnalis (itu cita-cita dari lubuk hati terdalam..hiks), tetapi melihat latar balakang pendidiakn formal saya dibidang IT (teknologi informasi) saya pun berkeinginan menjadi seorang pekerja dibidang tersebut entah jadi programmer atau analist system walaupun saya mengakui agak lemah dalam teori bahasa pemprograman. Tapi saya pun punya kesempatan untuk menjalani dua profesi tersebut, jadi ahli IT sekaligus penulis! Yang pasti keinginan terbesar saya adalah tidak akan mencari pekerjaan tapi bagaimana caranya agar saya pun masuk dalam daftar orang-orang yang berhasil menciptakan lapangan kerja mengingat apakah mungkin pada tahun 2010-2011 (target lulus saya) krisis ekonomi global akan segera berakhir atau jangan-jangan malah tambah parah sehingga mencari pekerjaan pun sangat sulit sekali.
Yang pasti lagi, saya bercita-cita ingin menjadi pengusaha saja istilah kerenya wanita karir tapi tetap menjadi menjalani kewajiban sebagai Ibu rumah tanggan nantinya, saya sudah cukup sering melihat pengusaha-pengusaha yang berhasil merintis karir tentu saja mulai dari usaha nol besar dan diiringi oleh perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit, juga harus mempunyai mental baja agar ketika mengahdapi kendala tidak cepat jatuh dan terpuruk tetapi justru keterpurukan menjadikannya bangkit dan bangkit untuk terus berusaha merubah keadaan, kalo mentalnya “anak mami” sih mending ke laut aja ya!
Pertanyaannya sekarang, apakah saya mampu membentuk karakter bermental baja yang siap meniti karir dari bawah sekali sampai akhirnya berhasil menjadi seorang pengusaha yang sukses? Makanya itu, dari sekarangpun saya sedang berusaha untuk membentuk karakter seperti itu, dan itu saya mulai coba-coba membuat usaha kecil sambil mengasah jiwa wirausaha yang ada dalam diri saya seperti yang pernah saya pelajari di SMA dulu. Yang pasti bekerja untuk orang lain itu tidak selamanya enak ko’..dan coba deh singkirkan dulu cita-cita menjadi PNS setelah lulus dari kuliah, coba untuk mengembangkan diri dulu, sebelum lulus tidak ada salahnya memikirkan apa yang kita kerjakan nanti setelah menyandang gelar sarjana, mumpung masih muda dan saya yakin jiwa muda itu penuh dengan pikiran-pikiran yang kreatif dan inovatif..jadi PNS sih bisa jadi alternatif tapi kalo bisa posisinya harus berada diurutan paling bawah.

Jadi Penulis Euy

Setelah cukup lama bertarung dengan jiwa yang terkekang, akhirnya aku mulai berani mempublikasikan suara hatiku melalui goresan di dunia maya.
Sebelumnya aku lebih suka membuatkan blog untuk organisasi yang kuikuti, kalo masalah mengeksistensikan diri, aku sering menulis ke berbagai media massa, lumayan lah..cukup banyak tulisanku yang dimuat, kebanyakan tentang isu sosial dan politik karena memang karakterku yang sangat kritis.

Menulis merupakan sebuah potensi yang dianugerahkan Tuhan kepadaku, dulu rasanya Cuma iseng membuat cerpen anak-anak saat masih SMP, dan respon teman-teman sangat positif sekali, mereka sering menagih cerpen padaku, awalnya inspirasiku lahir dari membaca, malah kadang cerpen hasil karyaku hanya merupakan sebuah editan dari cerita aslinya. Namun aku juga punya hobi lain yaitu berimajinasi, apapun yang sering aku lihat dan dengar maka mulailah imajinasiku dimulai dan mengalir begitu saja cerita-cerita dalam kepalaku.
Sejak SMA, keaktifan menulisku sudah hampir tidak ada, tapi aku masih suka dengan pelajaran Bahasa Indonesia terutama mengarang, potensi menulis itu masih mengakar kuat dalam diriku, buktinya daya nalarku semakin besar, makanya ketika ujian teori aku lebih suka jika jawabannya bukan dari teks buku tapi hasil dari nalar.
Aku masih suka iseng menulis, kadang tentang cinta atau yang lain, maklum sudah remaja alias ABG, mulai mengalami masa puber, tapi aku masih mengandalkan tulisanku dalam sebuah buku harian, agak melankolis sekali padahal karakterku tidak terlalu feminim alias lumayan tomboy! Tapi agak capek juga menulis di buku harian apalagi jika semua pikiranku tertuang habis disana lengkap dengan emosi entah marah, sedih atau senang.
Sekarang, saat mulai menata hidup baru sebagai anak kuliahan, dan sudah menemukan jati diri yang sebenarnya, aku mulai lagi mengasah kemampuan menulisku kali ini lebih serius..dan aku baru sadar, kenapa baru sekarang aku mau serius mendalami dunia tulis menulis ini? Bidang akademik pun tidak berhubungan dengan dunia menulis, kuliah Komputer! Harusnya aku ahli dalam bidang IT kan, tapi rasanya hatiku belum sinkron dengan bidang akademik ini meskipun aku sangat menyukai teknologi dan berharap suatu hari nanti aku mampu menciptakan sesuatu teknologi yang sangat bermanfaat bagi umat manusia. Sekarang sejak aktif menulis lagi, pikiranku tentang masa depan yang akan kujalani kelak jadi berubah, aku ingin menjadi seorang ahli IT, tapi juga ingin menjadi seorang jurnalis atau minimal sebagai penulis sejati yang mampu melahirkan mahakarya yang besar…
Bagiku menjadi apapun kelak yang penting apa yang kita lakukan dan hasilkan membawa manfaat besar bagi umat manusia, terlebih diri sendiri dan keluarga. Cita-cita bukan hanya untuk menghasilkan uang kan?
Dan akhirnya, aku memilih untuk mengembangkan apapun potensi yang sudah dikaruniakan Tuhan padaku..dengan keseriusan tentu saja. Karena bagiku ketika kita mengacuhkan potensi yang ada, bisa saja potensi itu kemudian pergi dan tidak akan kembali lagi.